The Diary of a Goldfish Breeder 2021

The Diary of A Goldfish Breeder 2021 (6)

It turns out that I did not write as often as I expected. Now in this holiday season (Ramadhan), I would like to catch up with my diary. For a brief update, I did not do intense breeding activity on March. I slowed down since my facility was fully utilized to raise the offspring from January and February. I redid some unsatisfactory projects on Oranda and Tosakin. My main activity on March was to sort out the result of my topview ranchu projects, and this will be the content of this essay. I also refined my way of culturing daphnia. On April, I had some liberty to breed my side projects such as butterfly, celestial, pearlscale butterfly, and some ranchu. I also had the opportunity to start my next big project to create a celestial butterfly goldfish. I will write more on these in the next occasion.

As I said, I would like to update on my tvr project in this essay. Let me refresh the reader’s memory that this project was started by crossing Wakin and Topview Ranchu. My dream was to create a longer version of Topview Ranchu. The result today is the third generation from that initial crossing. The initial Topview Ranchu being crossed with Wakin was from the Andou line. The result was crossed back again to another Topview Ranchu from the same line. Then I crossed the result back to Topview Ranchu from the Murakami Line.

At this point, I cannot say that I am satisfied with the result. Yet, for sure, I am happy with the progress. The results are varied. Some resemble TVR, but some are arguable. In my opinion, one more crossing to TVR will be needed to finish the project. That is my plan. But I might still inbreed the current result with each other, perhaps to create a slightly different version of TVR. I understand that I will have little support to take this “out of tune” project. Yet, I love to be different.

These are some of the best results so far. Do enjoy.

Standard
kehidupan dalam air

Pengetahuan Dasar Pemeliharaan Ikan Koki

Banyak penghobi yg ingin memelihara ikan koki menemukan kendala ikannya mudah mati. Sebenarnya dengan sedikit pengetahuan, mitos tersebut dapat ditepis dengan mudah. Artikel ini dimaksudkan untuk membantu penghobi supaya ikan koki peliharaannya sehat dan dapat hidup lama. Pembahasan dalam artikel ini lebih dikhususkan untuk akuarium / bak yg diletakkan di dalam ruangan / indoor  (tidak terkena sinar matahari).

Ada bermacam2 cara pemeliharaan ikan koki, dan masing2 memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri2. Cara2 itu antara lain: sistem ganti air, sistem air hijau, sistem filter biologis

Sistem ganti air adalah sistem yg sangat sederhana dan masih dilakukan sampai saat ini. Bahkan ikan2 koki yg paling mahal seperti topview seringkali menggunakan sistem ini. Ini membuktikan betapa dgn cara yg sangat sederhana pun ikan koki dapat hidup sehat. Dalam sistem ganti air ini, kita hanya perlu menyiapkan air tua dan aerator (gelembung udara) saja. Biasanya sistem ini diterapkan pada ikan yg dipelihara dalam bak dgn hanya menggunakan aerator saja, tanpa filter apapun. Tiap hari airnya diganti dgn air tua. Demikian saja, dan ikan bisa hidup dgn sehat.

Air tua ini adalah satu konsep penting yg perlu diketahui penghobi, karena setiap penggantian air selalu disarankan menggunakan air tua. Yg disebut dgn air tua adalah air biasa yg sudah diendapkan dan di aerasi minimal satu hari. Air yg mendapat perlakuan demikian kualitasnya sangat baik, dan sangat cocok untuk ikan koki.Tujuan diendapkan dan diaerasi adalah untuk menghilangkan kadar kaporit dan zat2 berbahaya lain di air.

Kualitas air adalah faktor yg sangat menentukan bagi kehidupan ikan. Dan faktor utama yg mempengaruhi kualitas air adalah kadar amonia. Amonia inilah racun / pembunuh nomor satu ikan koki. Kalau penghobi mampu menangani amonia, ia sudah menguasai kemampuan dasar yg membuat ikan jarang mati. Karena itu amonia adalah satu faktor penting yg harus diketahui.

Amonia dihasilkan oleh ikan melalui kotoran dan lendirnya. Tanaman yg mati dan pakan yg tidak habis juga akan menjadi amonia. Amonia muncul dalam bentuk gelembung / busa kecil2 di permukaan air. Semakin tinggi kadar amonia, semakin banyak gelembung tsb. Jadi, di satu sisi, amonia selalu dihasilkan oleh ikan (dan ikan koki adalah penghasil amonia yg sangat banyak!), di sisi lain, amonia harus dihindari. Bagaimana caranya? Ketidakmampuan mengelola amonia inilah sumber kegagalan utama penghobi, sehingga ikan kokinya mudah mati.

Sistem ganti air yg kita sebut tadi adalah salah satu caranya. Setelah satu hari, kadar amonia akan menumpuk di tempat pemeliharaan ikan. Karena itu air dikuras, bisa sebagian bisa seluruhnya, dan diganti dgn air tua. Sehingga dalam tiap penggantian, amonia pun terbuang, dan ikan bisa tetap sehat. Inilah rahasia dibalik keberhasilan sistem ganti air. Tentunya penggantian disarankan memakai air yg suhunya sama (karena itu penggantian dilakukan di pagi atau sore hari pada waktu perbedaan suhu antara air lama dan air baru tidak terlalu besar). Namun sistem ganti air ini melelahkan. Penghobi yg sudah cukup senior tidak masalah dgn sistem ini karena mereka memiliki komitmen yg besar, namun bagi pemula, kegiatan ini sangat melelahkan.

Artikel ini tidak membahas ttg sistem air hijau karena biasanya air hijau dilakukan untuk pemeliharaan outdoor. Artikel ini akan lebih banyak mengulas sistem filter biologis (FB). Berbeda dgn sistem ganti air yg sederhana tapi perawatannya melelahkan, sistem filter biologis ini persiapannya sedikit membutuhkan waktu namun perawatannya mudah. Jika sistem ganti air cocok diterapkan untuk pemeliharaan di bak, sistem FB ini cocok diterapkan di bak maupun akuarium. Justru sesungguhnya, kolam koi pun menggunakan sistem FB. Penghobi hendaknya memahami sistem FB ini dengan baik.

FB tidak mengandalkan penggantian air besar2an. FB ini meniru keadaan sesungguhnya di alam. Amonia diolah oleh bakteri2 pengurai amonia yg terdapat di alam, sehingga kadar amonia di dalam air relatif kecil. Jadi bakteri2 inilah yg kita perlukan. Bakteri2 inilah yg harus kita kembang biakkan di dalam filter kita. Jika filter kita penuh dgn bakteri pengurai ini, maka air yg masuk ke filter akan diolah oleh bakteri2 tsb, dan air yg keluar dari filter adalah air dgn kualitas yg baik. Ketika sistem FB ini berjalan sedemikian rupa, akuarium kita membentuk satu ekosistem yg seimbang, dan ikan akan sehat tidak mudah mati. Disinilah rahasianya!

Apa yg perlu kita ketahui ttg bakteri tsb? Bakteri tsb sebenarnya terdiri dari 2 jenis. Jenis yg pertama mengurai amonia menjadi nitrit. Jenis kedua mengurai nitrit menjadi nitrat. Proses penguraian ini membutuhkan oksigen. Darimana kita bisa mendapatkan bakteri tsb? Kalau filter kita jalankan, dan kita beri ikan dalam akuarium, maka otomatis akan muncul amonia dalam akuarium. Dgn adanya amonia tsb, maka bakteri perlahan2 akan muncul dengan sendirinya. Kita tidak perlu mencarinya kemana2! Yg kita perlukan hanya menunggu kira2 sebulan sampai filter kita matang (bakteri sudah berkembang biak dalam jumlah cukup). Dibagian mana dari filter bakteri2 itu hidup? Bakteri2 itu membentuk koloni di permukaan benda yg terendam air di dalam filter. Jika filter kita berupa sebuah kotak kosong saja, maka bakteri akan menempel di dinding2 dan lantai kotak tsb yg terendam air. Tapi bukankah sayang jika kotak filter itu dibiarkan kosong. Seandainya kita taruh sebuah batu di dalam filter, maka bakteri juga akan memenuhi permukaan batu tadi. Ini tentunya meningkatkan jumlah bakteri dalam filter. Bagaimana caranya supaya jumlah bakteri dlm filter kita bisa sebanyak mungkin? Yaitu dgn menaruh media (benda) tertentu di dalam filter yg bisa memaksimalkan luas permukaan yg bisa dijadikan rumah oleh bakteri. Karena itu kita sering mendengar istilah rumah bakteri / media. Setelah melalui penelitian, media2 yg dapat digunakan untuk memaksimalkan jumlah bakteri (dan tidak membuat buntu aliran air tentunya) adalah bioball, spons berongga atau kerikil. Bioball adalah bola2 plastik berwarna hitam berbentuk seperti rambutan (berduri2) atau bola berlapis-lapis, biasanya digunakan di filter2 koi. Akuarium dalam ruangan (indoor) selain menggunakan bioball dapat pula menggunakan spons berongga atau kerikil, karena relatif lebih rapat, sehingga luas permukaan lebih banyak. Untuk akuarium, spons dan kerikil tidak membuat buntu, namun untuk kolam outdoor, dapat menyumbat aliran air. Isilah filter dengan media2 tsb, namun di atasnya tambahkan kapas dacron untuk menyaring partikel2 supaya air bening. Kapas ini sebaiknya ditaruh paling atas menghadang air yg pertama masuk dari akuarium. Biasanya sisa uraian bakteri adalah berupa kotoran yg mengendap, yg dapat disedot menggunakan selang siphon. Inilah pengetahuan2 yg kita perlukan.

Apa yg perlu kita ketahui ttg filter? Filter terdiri dari wadah filter, pompa dan sistem sirkulasinya.  Bentuk wadah filter tidak masalah, bisa filter samping, atas, bawah, luar, dalam, dll. Bisa tidak bersekat, bisa bersekat dua atau lebih. Wadahnya pun bisa beli jadi, bisa merakit sendiri menggunakan barang2 seperti talang air, ember, dll sesuai kreativitas dan dompet. Usahakan wadah filter bervolume 25% dari volume akuarium. Itu volume yg disarankan. Tapi jika tidak memungkinkan, kadang filter 15% volume pun dapat berjalan dgn baik. Pompa dengan wadah filter dapat dihubungkan dengan pipa atau selang. Pompa jangan terlalu kecil maupun terlalu kencang. Jika terlalu kecil, air tidak tersirkulasi dgn baik. Jika terlalu kencang, bakteri tidak mendapat kesempatan untuk menguraikan amonia. Arus yg terlalu kencang juga tidak nyaman bagi ikan koki. Pompa dapat ditaruh di akuarium maupun di filter, tergantung sistem sirkulasi yg kita miliki. Yg penting, untuk satu akuarium, gunakan satu pompa saja. Pompa bisa digunakan untuk menyedot air dari akuarium ke filter, atau untuk membawa air dari filter ke akuarium. Namun tidak boleh untuk kedua2nya secara bersamaan, karena meski daya sedot yg tertera di labelnya sama, pada kenyataannya pasti berbeda, bisa mengakibatkan air meluber. Usahakan jarak antara air yg disedot masuk ke filter dan air yg menggerojok keluar dari filter sejauh mungkin, supaya sirkulasi menyeluruh. Usahakan air yg keluar bisa berbentuk gerojokan, karena ini dapat menambah kadar oksigen.

Lampu sebaiknya dinyalakan meniru siklus matahari, atau paling tidak 10 jam perhari. Boleh ditambahkan aerator. Kerikil atau pasir untuk dasar akuarium boleh, tapi polos tanpa itupun baik, karena kerikil kadang menjebak kotoran di sana.

Sekarang bagaimana mempersiapkan akuarium dgn FB? Pertama, isi akuarium dgn air tapi tanpa ikan dan jalankan filter. Ini untuk membuat air tua. Pada hari kedua, masukkan ikan kecil yg sehat (pastikan ikan tsb sehat!) dan jangan diberi makan. Adanya ikan akan memunculkan amonia dalam jumlah kecil. Ini akan memicu tumbuhnya bakteri. Biarkan selama seminggu. Pada minggu kedua, ikan boleh mulai diberi makan sedikit saja dan satu kali setiap tiga hari. Benar, satu kali setiap tiga hari. Tujuannya untuk menambah jumlah amonia secara bertahap. Biarkanlah siklus ini berjalan sampai sebulan. Pada dua minggu pertama, akan terbentuk bakteri jenis pertama di filter. Pada dua minggu berikutnya, bakteri jenis kedua akan muncul. Selama itu, jalankan filter, lampu, dan aerator secara normal. Setelah genap sebulan, maka jadilah ekosistem kita. Ekosistem ini merupakan keseimbangan antara jumlah bakteri, jumlah ikan, frekwensi dan jumlah pakan, sinar lampu, kadar oksigen, jumlah lumut, dll. Semuanya membentuk suatu keseimbangan. Jagalah keseimbangan ini, maka ikan akan senantiasa sehat. Air di akuarium akan kelihatan kekuningan / kehijauan, namun bening dan jernih.

Setelah genap sebulan, kita dapat mengeluarkan ikan test fish tadi. Sekarang kita dapat memasukkan ikan2 yg lebih baik yg kita suka. Tentunya dgn bertambahnya ikan dan frekwensi pakan, kita mengganggu keseimbangan ekosistem tsb. Karena itu, lakukanlah secara bertahap, sehingga ekosistemnya selalu bisa menyesuaikan diri.

Bagaimana perawatan FB? Sederhana. Saya sebutkan bahwa hasil olahan dari bakteri tadi adalah nitrat. Nitrat ini adalah zat yg relatif tidak berbahaya bagi ikan. Namun lama kelamaan jika terlalu banyak juga akan berbahaya. Karena itu, untuk jangka panjang, kita perlu mengatasi nitrat. Untunglah ada 2 cara sederhana mengatasi nitrat. Yg pertama adalah dengan membiarkan tanaman air dan lumut tumbuh di akuarium. Mungkin tanaman air kurang cocok karena sering dirusak oleh ikan koki. Tapi lumut biarlah menempel di dinding. Nitrat ini adalah pupuk bagi tanaman dan lumut. Tanaman dan lumut membantu mengurai nitrat. Cara kedua yg disarankan adalah dengan melakukan penggantian air sebanyak 20% saja setiap minggu atau dua minggu sekali. Tentu saja gantilah air dgn air tua. Juga gantilah kapas dacron sewaktu kotor. Hanya itu saja perawatan yg diperlukan. Jika memiliki waktu senggang lebih banyak, dapat ditambahkan dengan melakukan siphon / penyedotan kotoran dan sering2 membersihkan dinding depan kaca akuarium dari lumut. Sederhana sekali bukan? Apakah perlu menguras total? Saya katakan tidak perlu bahkan setahun pun belum tentu perlu menguras! Pengurasan dilakukan hanya jika akuarium terkontaminasi penyakit sehingga harus dikeringkan untuk membunuh bibit penyakit tsb.

Filter biologis-nya pun tidak perlu dikuras kecuali buntu oleh banyaknya endapan kotoran. Itu kira2 kita lakukan 3 atau 6 bulan sekali, kadang bahkan setahun sekali. Jika kita menguras filter, jangan membersihkannya seperti mencuci piring! Jangan menggunakan sabun. Dan jangan terlalu bersih! Cukup dgn mengguyur media supaya endapannya keluar. Sedapat mungkin kita berusaha mempertahankan keberadaan bakterinya! Jika sampai bersih, berarti banyak bakteri yg hilang. Apalagi kalau dgn sabun, berarti bakterinya mati. Kita harus mulai dari awal lagi.

Ada penghobi yg menambahkan arang / batu zeolit dalam filternya. Arang / batu zeolit memiliki kemampuan untuk menyerap racun2 dan amonia. Penanganan amonia dgn cara ini disebut dgn istilah filter kimia. Namun zat2 tsb dapat membunuh bakteri pengurai di FB. Karena itu, saya tidak menyarankan penggunaan arang/ zeolit untuk akuarium ikan koki.

Bagaimana memelihara ikan koki dalam akuarium? Nyalakan lampu sedapat mungkin memakai siklus matahari. Jangan memelihara terlalu banyak ikan, pastikan ikan mendapat cukup ruangan yg lega. Jangan memberi makan terlalu banyak. Ikan yg gendut memang cepat besar dan lucu, namun sama seperti manusia, ikan yg gendut staminanya kurang baik. Ikan yg gendut juga menghasilkan amonia lebih banyak. Ikan koki adalah ikan yg selalu lapar. Ini dapat menjadi tolok ukur kita akan kesehatan ikan. Jika ikan koki tidak lapar, maka kemungkinan besar ia sakit. Tapi janganlah kita selalu memenuhi nafsu makan ikan ini. Itu hanya akan membuatnya cepat mati. Jika memberinya makan, berilah pakan dalam jumlah yg dapat langsung habis dalam 5 menit. Setelah habis, boleh diberi satu atau dua kali lagi. Sehari berilah dua kali atau 3 kali saja, atau bahkan sehari sekalipun boleh. Karena ikan dipelihara dalam akuarium, tentunya kita tidak mengejar pertumbuhan yg pesat bukan? Jika kita hendak mengejar pertumbuhan, pastikan amonia terkontrol dgn baik. Jika hendak bepergian jauh, cukup pastikan filter berjalan dgn baik dan ikan tidak perlu diberi makan. Ikan koki tahan tidak makan selama dua minggu dan sehat2 saja. Penyakit biasanya datang dari ikan baru. Karena itu, hati2lah dalam membeli ikan yg baru. Pastikan ia tidak sakit. Cara yg benar dalam menangani ikan baru adalah dgn meng-karantina ikan tsb terlebih dahulu barang beberapa hari di akuarium / bak yg lain untuk memastikan kesehatannya. Dalam kita menangani ikan, baik ikan yg baru datang maupun memindah ikan dari tempat yg satu ke tempat yg lain, cara yg benar adalah memakai gayung. Jadi kita tidak memegang langsung tubuh ikan tsb. Dan biarlah air dari tempat yg baru bercampur perlahan dengan air dari tempat yg lama, supaya ikan bisa ikut menyesuaikan diri sedikit demi sedikit.

Dengan memahami sistem FB ini, penghobi sudah mampu memelihara ikan koki dengan baik dan ikan tidak gampang mati. Pengetahuan ini sudah mencakup sebagian besar dari pengetahuan yg diperlukan dan sudah memadai. Sisa pengetahuan dasar lain yg diperlukan adalah ttg mengobati ikan yg sakit.

Penyakit ikan yg paling sederhana adalah adanya kutu dan cacing jangkar. Biasanya ikan2 yg berasal dari peternak membawa penyakit2 ini. Kutu adalah hewan kecil berbentuk bulat transparan berpola kehitam2an yg menyedot darah ikan, seperti lintah. Sedang cacing jangkar biasanya tampak seperti sebuah jarum berwarna putih atau hitam yg mencuat dari tubuh ikan, yg jika dicabut, ternyata memiliki akar seperti jangkar yg tertanam dalam tubuh ikan. Dalam jumlah kecil keduanya tidak mematikan, tapi membuat ikan kurang aktif. Keduanya mudah dibasmi dengan dicabuti menggunakan kuku atau pinset secara menyeluruh. Tiga hari lagi, ulangi pencabutan menyeluruh itu untuk memastikan sisa2 kutu dan cacing jangkar yg kelewatan pada pemeriksaan pertama. Cara lain adalah dgn menggunakan obat dgn nama dimilin.

Penyakit lain adalah penyakit kulit / penyakit luar yg muncul dalam berbagai bentuk. Bisa menyerang insang atau sisik ikan. Biasanya ikan tampak kemerah2an berdarah, atau muncul selaput putih, atau kapas atau bintik putih (white spot), dll. Khusus white spot, jika bintik putih ini tampak pada ikan dalam jumlah banyak, kemungkinan besar akuarium sudah tercemar dgn telur white spot, sehingga harus dikuras total dan dikeringkan, dan di set-up ulang lagi. Kebanyakan penyakti luar ini dapat diatasi dengan penggunaan garam dan metilin blue. Obat lain yg sering digunakan adalah elbayu (japanese yellow powder). Semuanya tersedia di toko ikan. Cara pengobatannya, selalu pindahkan ikan ke tempat karantina terlebih dahulu. Jangan mengobati ikan di akuarium utama, karena dapat membunuh bakteri dalam filter. Tempat karantina ini bisa berupa sebuah bak cuci pakaian, ember, akuarium kecil, dll.  Di sana, berilah air tua dan aerator. Masukkan ikan. Berilah garam ikan kualitas baik kira2 setengah kepal tangan untuk 10lt air. Tambahkan pula metilin blue (dapat dibeli dgn merk2 yg sudah ada berbentuk cairan, dapat pula dibeli dalam bentuk aslinya yakni bubuk) sampai air terlihat biru. Jika birunya pucat, berarti kurang. Jika birunya pekat, berarti terlalu banyak. Biarkan sampai sehari. Keesokan harinya, gantilah total air dalam bak karantina tsb. Ganti pula garam dan obatnya. Pastikan suhu air yg baru tidak terlalu beda jauh dgn air yg lama. Lakukan ini sampai 3 atau 4 hari hingga kondisi ikan pulih. Kebanyakan penyakit ikan koki adalah pada kategori ini.

Bagaimana kita mengetahui ikan sakit? Jika kita melihat ikan tidak nafsu makan, kita perlu waspada. Jika kita melihat ikan diam di pojok atau di atas air, itu tanda ikan sakit. Tanda lain yg kita perhatikan adalah ikan lebih banyak menutup sirip perutnya, malas berenang, insangnya tidak bergerak (menutup rapat) baik salah satu atau kedua2nya (kelihatan dari atas), berenangnya sempoyongan, atau kadang berenangnya hiperaktif menabrak2, dll. Jika muncul tanda2 itu, maka kita perlu segera mengkarantina ikan. Sebaiknya langsung gunakan garam dan met blue seperti yg telah disebutkan.

Sebenarnya penggunaan garam adalah teknik penting yg perlu dikuasai oleh penghobi koki. Dalam akuarium utama, beberapa ahli menyarankan memberikan 0.3% garam untuk pencegahan penyakit (berdasarkan berat). Kadar 0.3% itu adalah kadar yg efektif dalam menekan bakteri jahat dan kadar yg tidak merusak bakteri dalam filter biologis. Di atas kadar itu, bakteri dalam filter kitapun ikut mampus.

Penyakit yg lebih berat adalah penyakit dalam. Ini muncul dalam bentuk perut ikan bengkak, atau penyakit2 lain yg tidak kelihatan. Penyakit ini jarang, dan jika terjadi, agak sulit ditolong. Pengobatannya adalah dengan antibiotik, sama seperti yg dipakai oleh manusia. Tentu saja untuk ikan2 mahal kita selalu dapat meminta pertolongan dokter hewan.

Bagi pemula, disarankan untuk memelihara ikan koki dari jenis ryukin atau oranda terlebih dahulu, karena ikan2 ini dianggap lebih kuat dan lebih mudah ditangani, serta harganya pun tidak mahal. Ada ikan2 koki yg kurang baik untuk dipelihara bersama dgn koki jenis lain, seperti mutiara tikus, mata kantong dan celestial. Ikan2 ini cenderung kalah dalam bersaing merebut makanan, dan sering dijahili oleh ikan2 koki lainnya. Dengan meningkatnya daya apresiasi dan kemampuan penanganan, penghobi dapat mencoba ikan2 yg lebih mahal seperti ranchu sideview yg terkenal dgn lengkung punggungnya, atau jenis2 lain (termasuk ryukin dan oranda) dgn kualitas yg lebih tinggi. Jenis koki yg paling bergengsi adalah ranchu topview dan tosakin, yg menyandang gelar sebagai the king and the queen of goldfish, yg mana keindahannya harus dinikmati dari atas.

Kenikmatan memelihara ikan koki ada berbagai macam. Yg paling sederhana adalah memelihara dan tidak mati, sehingga keindahannya yg dapat menghilangkan stress itu dapat direguk sepenuhnya. Ada pula yg memiliki kebanggaan karena dapat mengkoleksi ikan2 berkualitas. Ada yg senang melengkapi segala jenisnya. Ada yg menikmati kegiatan memacu pertumbuhan ikan. Ada yg menikmati berkompetisi dalam kontes. Ada yg menyukai kegiatan breeding. Ada yg suka bereksperimen dgn pemeliharaan di kolam outdoor. Dan masih banyak lagi.  Inilah informasi2 sederhana tentang pemeliharaan ikan koki yg diperlukan oleh pemula. Banyak teman yg telah menerapkan cara2 ini merasa puas dengan hasilnya. Ikan kokinya tidak lagi gampang mati. Harapan saya, pengetahuan dasar ini akan membantu hobiis untuk lebih percaya diri dalam memelihara ikan koki. Dengan bertambahnya kepercayaan diri, maka dunia koki akan semakin ramai. Koki adalah ikan yg pendamai, diharapkan hobi koki ini berperan pula dalam menciptakan masyarakat yg lebih damai.

(Content last modified at 2012)

Standard
kehidupan dalam air

SEKILAS TENTANG TOPVIEW RANCHU

               Jika berbicara tentang TVR, sy pikir dua hal yang mendasar untuk diketahui adalah tentang apresiasi dan pemeliharaannya.

APRESIASI

               Berkenaan dengan apresiasi, kita sudah sering mendengar bahwa TVR dijuluki sebagai The King of Goldfish. Jadi TVR menempati prestise teratas dalam dunia ikan mas koki. Saya pikir itu sudah cukup untuk membuat banyak orang ingin tahu seperti apa sih ikan yang menyandang gelar bergengsi itu.

               Namun dalam kenyataannya, tidak jarang penghobi bingung ketika melihat ikan tersebut. Muncul pertanyaan seperti: apa bedanya TVR dengan SVR? Dimana letak indahnya? Ada ketidakmampuan mengapresiasi ikan yang notabene mahal ini.

               Yang harus dipahami adalah bahwa apresiasi TVR adalah sesuatu yang perlu dipelajari. Jadi ikan ini memang bukan jenis yang keindahannya gamblang bagi siapa saja. Hanya dengan semakin mempelajari, baru keindahannya akan semakin nampak dan perlahan-lahan lapis demi lapis kedalaman apresiasinya akan makin terbuka. Perlu juga dimengerti bahwa masalah apresiasi adalah masalah seni, jadi ada unsur preferensi / subyektivitas pula dalam menghayatinya. Tidak jarang informasi yang didapat seseorang tentang TVR dari berbagai sumber memiliki perbedaan. Ini dapat dipahami karena adanya masalah subyektivitas tadi, dan juga masalah ada di lapis mana pemahaman suatu sumber. Hal ini tidak perlu menjadi sumber konflik, melainkan dapat dianggap sebagai suatu perjalanan bersama. Kita perlu memaklumi bahwa perjalanan pembelajaran tiap orang ada di titik yang berbeda-beda.

               Secara umum, TVR adalah seekor ikan yang dinikmati dari atas. Orang biasa memeliharanya di bak atau kolam sehingga yang nampak adalah bagian atas dari seekor ikan. Jika ditanya apa bedanya dengan SVR, tentu jelas sekali bahwa apresiasinya berbeda. Mungkin TVR dan SVR sama-sama ranchu dan memiliki banyak kesamaan, tapi yang satu dilihat dari atas sedang yang lain dilihat dari samping. Perbedaan apresiasi ini saja sudah cukup untuk membuat kedua ikan ini memiliki kriteria-kriteria yang berbeda terkait keindahan yang ditonjolkan. Sebagai contoh, ekor yang baik adalah ekor yang dapat menampakkan seluruh penampangnya secara maksimal. Jika seekor dilihat dari atas, maka ekor yang baik adalah yang mekar ketika dilihat dari atas (atau agak datar sejajar dengan lantai). Namun tentu saja jika dilihat dari samping, ekor seperti itu tidak dapat menunjukkan keseluruhan ekornya dengan maksimal karena terlalu datar, sehingga menjadi tidak baik jika dilihat dari samping. Perbedaan apresiasi ini mendikte kedua kategori ranchu tersebut menjadi sangat berbeda.

               Pada dasarnya, fitur-fitur yang diapresiasi dalam TVR dapat dipecah menjadi 5 poin, yaitu:

  1. Kepala
  2. Bodi
  3. Ekor
  4. Aksesoris
  5. Gaya renang

Dalam apresiasi yang paling sederhana, kepala perlu berjambul, bodi perlu tebal, ekor perlu mekar, jika ada aksesoris akan lebih baik, dan gaya renang perlu bagus. Jika lebih diperinci lagi, maka aturannya menjadi makin rumit. Bentuk jambul yang sedang trend adalah tipe funtan (sering disebut dragonhead atau buffalo head). Dalam kategori jambul ini, ikan muda perlu memiliki jambul minimal saja di bagian topinya, dan minim / tidak berjambul dibagian kanan dan kiri kepala. Hanya funtan saja yang diharapkan sangat menonjol (Funtan = bagian jambul yang mencuat ke depan, di sebelah kanan dan kiri mulut). Kepala diharapkan berbentuk kotak, selebar mungkin dan sepanjang mungkin. Artinya, jarak antara kedua mata diharapkan sejauh mungkin, demikian juga jarak antara mata dan hidung. Mata harus simetris sejajar satu sama lain, dan tidak boleh tertutup jambul. Bodi diharapkan tebal dari punggung hingga ke pinggang. Perut diharapkan tidak keluar ke samping. Jadi jika ada garis imajiner yang memagari kanan dan kiri kepala, dan garis ini ditarik ke belakang, maka perut kanan kiri diharapkan tidak keluar dari garis tersebut. Bentuk dasar bodi TVR diharapkan seperti bentuk koin kuno Jepang (koin Koban). Ketebalannya diibaratkan seperti ketebalan seorang pegulat sumo. Perut dan ekor diharapkan sangat dekat. Ekor diharapkan mekar ketika ikan sedang diam, dan memiliki perpaduan antara kaku dan lentur ketika sedang berenang. (Hal ini mungkin tidak semua akan setuju dengan pemahaman saya, ada yang memilih ekor tetap mekar sempurna ketika berenang.) Ekor juga ada dalam kategori kecil namun nampak besar. (Tentu saja ada teman-teman yang lebih memilih ekor yang besar.) Ekor bagian tengah memiliki sedikit sudut sehingga berbentuk seperti spoiler sebuah mobil. Ekor diharapkan memiliki belah namun belahnya hanya seperempat atau setengah saja, sebaiknya belahnya tidak sampai mencapai pangkal ekor. Sisik diharapkan serapi mungkin. Oza, yaitu sisik-sisik di sekitar pangkal ekor (ada yang menyebutnya dgn istilah lain) diharapkan sangat banyak / besar. Sedangkan sisik semacam itu yang ada di bagian bawah ekor, yang disebut dengan ozara, diharapkan juga sebesar mungkin supaya dapat menopang kemekaran ekor dengan lebih baik. Jika ozara ini berbentuk hati, itu menjadi sebuah bonus yang menarik. Gaya berenang haruslah anggun, di mana ikan minim / tidak banyak menggerakkan kepala dan badannya, melainkan cukup dengan santai mengibaskan ekornya saja sudah bisa membuat ikan meluncur dengan baik. Gaya renang ini memberikan kesan santai, anggun, namun powerful.

Kiranya panduan singkat di atas dapat menjadi panduan bagi pemula TVR untuk memulai perjalanan pembelajarannya. Pengalaman saya dahulu sebagai pemula, mendapatkan informasi seperti ini sebenarnya kurang memadai. Sulit membayangkan apa yang dimaksud. Maka tidak ada jalan lain, pembelajaran yang paling baik adalah dengan banyak melihat, atau bahkan memelihara sendiri, sehingga dapat terus mengamati dan memahami. Dan tentunya panduan di atas tidaklah komprehensif apalagi mendalam. Masih banyak hal yang dapat dipelajari lebih lanjut tentang TVR, seperti tentang aerodinamika tubuh ikan, apresiasi kurva, pengetahuan tentang kategori usia ikan (tosai, nisai, oya), pengetahuan tentang istilah-istilah kontes, pengetahuan tentang breeder-breeder / garis keturunan (bloodline) yang populer, keragaman jenis kepala, apresiasi yang berbeda (Uno), tentang body size, tentang melihat bakat ikan, dll.

PEMELIHARAAN

               Jika bicara tentang pemeliharaan, pengertiannya ada dua. Pertama adalah mempertahankan supaya ikan tetap hidup. Kedua adalah membentuk ikan supaya mencapai potensi maksimalnya.

               Seringkali yang menjadi masalah bagi pemula adalah yang pertama. Akhirnya muncullah kesimpulan bahwa TVR mudah mati, mempertahankannya hidup saja sulit. Dan ini tentunya membuat orang kuatir. Bagaimana tidak kuatir jika membeli ikan mahal lantas mati? Memang mempertahankan ikan supaya tetap hidup adalah pintu pertama dalam memelihara tvr, tapi keasyikan utamanya bukan di sana. TVR disebut sebagai The Living Art. Ini berkaitan dengan pengertian yang kedua yaitu bagaimana menumbuhkan ikan supaya mencapai keindahan maksimalnya. Di sinilah seninya. Ibarat seorang pengrajin yang sedang membentuk tanah liat menjadi sebuah pot yang indah, memelihara TVR adalah seperti orang yang sedang membuat sebuah karya seni. Namun obyek yang dikerjakan bukanlah barang mati seperti tanah liat, melainkan makluk hidup. Dan waktunya bukanlah sesaat, melainkan berbulan-bulan, bahkan tahunan. Seekor TVR dipelihara oleh orang yang berbeda dapat menjadi berbeda hasilnya. Jika kita tidak bisa melewati tahap mempertahankan hidup TVR, maka kita tidak dapat masuk ke dalam level selanjutnya ini.

               Nah, apakah benar TVR mudah mati? Saya ingin mengulasnya melalui ilustrasi berikut:

               Ketika seorang teman yang tinggal di Amerika datang berkunjung ke Indonesia, saya mengajaknya makan soto di pinggir jalan. Malam itu juga ia sakit perut dan diare selama berhari-hari. Hal seperti ini sering dialami oleh orang Amerika yang datang ke Indonesia. Apakah saya dapat mengatakan bahwa orang Amerika itu mudah sakit? Tentu tidak. Teman saya itu, selama dia di Amerika, tidak mudah sakit. Lantas mengapa ketika datang ke Indonesia dia mengalami diare? Yang sebenarnya terjadi adalah perbedaan lingkungan (dan standar kebersihan) di dua negara tersebut menyebabkan teman saya itu tidak tahan ketika makan sembarangan di Indonesia. Hal ini dapat disiasati dengan menjaga diri dari makan sembarangan ketika baru datang, menjaga stamina tubuh dengan vitamin-vitamin, dan segera melakukan pengobatan ketika mulai tidak enak badan. Dengan berjalannya waktu, daya tahan tubuhnya mulai beradaptasi dengan kondisi yang baru, dan ia dapat mulai mencoba makan soto, rujak, dan makanan enak lainnya.

               Demikian juga dengan TVR. Ikan ini biasanya dipelihara di bak dengan sistem kuras. TVR sejak lahir tidak pernah dikenalkan dengan sistem filter biologis. Ia tidak terbiasa hidup bersama bakteri, meskipun itu bakteri baik yang ada di filter. Ia juga tidak dipelihara bercampur dengan ikan lain. Jadi pemeliharaannya berbeda dengan umumnya orang memelihara ikan mas koki jenis lainnya. Jika kita naif, membeli TVR lalu memeliharanya di kolam dengan filter biologis seperti memelihara ikan koki umumnya, maka TVR itu akan tiba-tiba dibombardir dengan bacterial load yang tinggi, dan daya tahan tubuhnya tidak kuat menerima itu, ia pun mati. Seorang dealer koi yang saya kenal pernah mendatangkan wakin dan TVR dari Jepang. Dengan pengalamannya mendatangkan dan mengkarantina koi, ia dengan percaya diri mengkarantina ikan-ikan koki itu layaknya koi. Alhasil, wakinnya bertahan hidup, namun TVR nya musnah. Kejadian-kejadian yang dilandasi oleh ketidakmengertian seperti inilah yang menimbulkan kesan bahwa TVR itu mudah mati. Mungkin yang lebih tepat adalah TVR membutuhkan cara khusus untuk karantina dan melakukan penyesuaian terhadap kondisi di Indonesia.

               Jadi pengetahuan tentang karantina, dan cara menyesuaikan dengan kondisi yang baru, termasuk juga cara mengenali ikan sakit dan mengobatinya, adalah sangat penting untuk dimiliki terlebih dahulu. Hal-hal ini dapat disebut sebagai prerequisite sebelum seseorang bisa memelihara TVR. Namun pengetahuan yang dibutuhkan sebenarnya bukanlah pengetahuan yang advance. Cukup pengetahuan yang sederhana saja, yang harus dijalankan dengan disiplin yang ketat.

               Tadi saya menyebutkan sebuah faktor beresiko yaitu penggunaan filter biologis untuk TVR yang baru datang. Ada banyak lagi faktor yang beresiko, dan sangat baik bagi penghobi untuk mengetahuinya. Ketika kita tahu faktor-faktor apa saja yang beresiko, maka dalam masa karantina, kita cukup menghilangkan semua faktor itu, niscaya TVR akan jauh lebih tinggi kemungkinan hidupnya. Setelah masa karantina, jika kita hendak memperkenalkan beberapa faktor tersebut demi pembentukan ikan (grooming), maka kita dapat menerapkan strategi memperkenalkan faktor-faktor tersebut satu per satu sembari memantau kesehatan ikan dengan teliti. Jika ada tanda-tanda sakit, jangan lengah atau menunda, langsung karantina lagi dan diobati dari awal. Seringkali penghobi tidak waspada dan ikan sudah sakit parah hingga tidak terselamatkan. Dengan disiplin karantina dan strategi penyesuaian ini, maka perlahan tapi pasti TVR akan dapat hidup sesuai dengan kondisi yang kita inginkan. Pengalaman saya pribadi, saya pernah membuat adaptasi ini hingga tahap TVR mampu hidup nyaman di filter biologis bercampur dengan ikan koki jenis lain, di kolam yang kena panas dan hujan, dan mengkonsumsi pakan alami. Tapi kini, saya merasa adaptasi sampai tahap ini sebenarnya tidak diperlukan.

               Faktor-faktor yang beresiko tersebut adalah: filter biologis, pakan hidup / pakan beku, ikan lain, tanaman, air hujan, panas sinar matahari, lumut, suhu air yang berbeda dgn suhu daerah asal, dan parameter air yang berbeda (contohnya, air sumur), peralatan bekas, dll.

               Cara saya melakukan karantina sederhana saja. Sy menghilangkan semua faktor-faktor beresiko itu dengan mengkarantina ikan di bak tanpa filter biologis. Saya hanya menggunakan aerasi saja. Jika tidak yakin bahwa selang dan batu aerasi kita steril, maka gunakan yang baru. Demikian juga dengan bak, jika tidak yakin steril, maka dapat disterilkan dulu, misalnya dengan kaporit. Saya biasanya tidak sampai melakukan hal-hal tersebut. Bak karantina sy letakkan di tempat yang teduh, tidak terkena sinar matahari langsung maupun air hujan. Pakan alami adalah absolutely no. Saya memberikan pakan pelet dalam jumlah sedikit saja supaya tidak merusak kualitas air. Saya menggunakan air pdam yang telah melalui dua tandon, jadi setara dengan air yang telah diendapkan. Obat-obatan yang saya gunakan adalah garam dan methylene blue. Tentunya ada teman yang menyarankan untuk tidak menggunakan obat sama sekali, ada yang menyarankan cukup garam saja, dan ada yang menyarankan menggunakan obat-obatan canggih lainnya. Tidak masalah. Saya akan mengkarantina TVR seperti ini selama minimal 5 hari tanpa melakukan penggantian air. Jika ikan nampak sehat, maka saya akan melakukan penggantian sebagian air dengan air yang baru. Demikian selama beberapa hari ke depan sampai akhirnya saya melakukan penggantian air total. Di tahap ini ikan sudah dapat dikata selesai masa karantina. Jika kondisi yang relatif bebas resiko ini terus dipertahankan, maka mempertahankan TVR tetap hidup bukanlah sebuah masalah.

               Tahap selanjutnya adalah tahap adaptasi di mana kita memperkenalkan faktor-faktor yang beresiko. Ini adalah tahap yang riskan dan perlu dipantau dengan ketat. Bagi saya, karena saya memang tidak berencana memelihara TVR di filter biologis atau mencampurnya dengan ikan lain, maka faktor beresiko yang saya perkenalkan adalah pakan hidup saja, yaitu frozen bloodworm.

               Berkaitan dengan masalah grooming, tentunya banyak hal yang dapat dipelajari. Tujuan dari grooming adalah memaksimalkan potensi pertumbuhan seekor ikan. Saya tidak akan mengulas secara lengkap, namun akan memberikan beberapa tips yang dapat dicoba. Secara sederhana yang paling dasar untuk dimaksimalkan adalah pertumbuhan ketebalan pinggang dan kepalanya. Jika terlambat, maka akan lebih sulit menumbuhkannya. Bagaimana menumbuhkan ketebalan pinggang? Yaitu dengan membuat ikan terus aktif bergerak. Ini menjadi semacam fitnes bagi ikan. Dengan ia terus berenang, maka otot-otot pinggangnya terus dilatih dan diharapkan akan menjadi tebal. Bagaimana caranya? Sangat bervariasi dan tentu saja terbuka pada inovasi baru. Bagaimana menumbuhkan funtan? Pakan tentu sangat berpengaruh. Ada yang mengandalkan pemberian kutu air sejak kecil, ada yang mengatakan cacing darah adalah mutlak bagi pertumbuhan kepala TVR. Kita mungkin sering mendengar bahwa orang memelihara TVR tanpa dikuras selama beberapa hari untuk kemudian dikuras total. Logika dibalik cara ini adalah bahwa air kotor (selama beberapa hari tidak dikuras) akan membantu menumbuhkan jambul, sedang air baru (ketika dikuras) akan membantu menumbuhkan size. Jadi penghobi dapat bereksperimen dengan hal ini untuk memaksimalkan potensi ikannya. TVR tidak membutuhkan air yang tinggi dalam pemeliharaannya, karena ia diharapkan berenang hilir mudik, bukan berenang naik turun. Namun air tidak boleh terlalu rendah juga sehingga membuat ikan terpenjara. Cukuplah ada ruang di atas dan di bawah ikan untuk ikan berenang dengan normal. Luas wadah perlu disesuaikan dengan besar ikan. Wadah yang cukup luas akan memberi ruang bagi ikan untuk terus bergerak. Namun wadah yang terlalu luas dapat berdampak negatif pada kemekaran ekor ikan. Tentu saja tiap orang dapat memiliki cara grooming yang berbeda-beda. Dan semua ini adalah merupakan sebuah seni. Menumbuhkan potensi maksimal seekor TVR adalah sebuah seni.

Demikian sekilas yang dapat saya sampaikan. Kiranya dapat wet the appetite untuk teman-teman mempelajari lebih dalam dan mencoba memelihara TVR.

Standard
The Diary of a Goldfish Breeder 2021, tosakin

The Diary of a Goldfish Breeder 2021 (5)

Date: March 9, 2021

               I try to take better pictures of my tosakin this morning. I realize that it is a bit hard to get a clear view of red-white tosakin in a white bowl. I wish I had a black one. Anyway, enjoy the pics.

This is the only productive female tosakin I have right now. She is an offspring of my Nagoya tosakin and my own tosakin line. She has a defect on the dorsal fin, namely, the dorsal fin does not cover the whole backbone.
This is the male tosakin I paired with the red-white female above. He is also a young tosakin.
These are the offspring of the two above, approximately three weeks old. They were many, but I culled out a lot since the flatness of the middle tail (as seen from side-view is not desirable. The angle of the tail is too upward. I also expect that some of the offspring will become all white since both parents are dominantly white. This is a feature I want to correct in the other pairing.
This is the original tosakin I bought from Nagoya, Japan. The growth in the head is a sign of his old age (more than two years old). He is the uncle of the two red-white tosakin above.
This is the offspring of the Nagoya tosakin and the redwhite female. So, this is a marriage between uncle and niece. The angle of the middle tail (as seen from side-view) looks better. And to me, they look more uniform. Promising. I think if I still have the chance, this is the pair I need to breed again.
This is a male grey tosakin, as a sibling to the two red-white tosakin above. My own previous tosakin line (as one of the ancestor of the two red-white and this grey) was a grey thailand tosakin, so it is not surprising to get grey fishes in the descendants. I mated this grey with the red-white female also. i cannot produce the picture of the offspring since they are still very small (less than two weeks old).
This is my male improved flysakin (a cross between tosakin and butterfly) that has been crossed back to tosakin. The flips are definitely tosakin. The thousand rays in the tail are also the trait of tosakin. But the middle tail is still split, and the whole tail looks soft (feasible only when they are swimming). I also pair this with the female red-white tosakin in the hope to create a tosakin with longer tail as my line’s uniqueness.
These are the two fishes with intense red coloration that I would like to be the characteristic of my tosakin line also. My friend and me call these two the two Beni, since Beni is a koi terminology to refer to the deep red coloration (if I am not mistaken). I already have the offspring of these two Beni with my red-white female tosakin. It will still be a long process to create a true tosakin from this cross.
These two are fertile female improved flysakin. The tail characteristics vary from soft to hard, from medium size to long. Yet, we can see a resemblance of tosakin in them. I mated these two with the original Nagoya.
Standard
The Diary of a Goldfish Breeder 2021, tosakin

The Diary of a Goldfish Breeder 2021 (4)

Date: March 8, 2021

               If I was occupied with Oranda breeding in January, I was busy with Tosakin breeding in February.

               Tosakin is very rare in Indonesia. Over the past decade, several people tried to breed it, some with no success, some with a temporary success but then discontinue for unknown reason. I was among those who passionately try to breed tosakin with no long-term success. Somehow the original line that I bought eventually being wiped out, and I must wait for another opportunity to acquire tosakin again. This happened several times in my breeding history.

               About five years ago, I bought five tosakin from Thailand through a friend. Four of them could not make it. I was left with one grey tosakin. It is a male, and indeed, a beautiful one. My friend and me call him Grey. I had no choice but to breed him with Butterfly goldfish. The offspring was unique with many tail variation in-between tosakin and butterfly. We called the offspring the Flysakin (Butterfly – Tosakin). I did two or three generation backcrossing of flysakin to Grey, since this guy lived a long time. The backcrossing ended up with low quality tosakin that I did not proud of. None was close to the quality of Grey. I knew I took a great risk to the genetics health by doing many backcrossing to a single fish for several generation. Then the Grey got very old and a friend cared for him well until his death. I was left with two lines: flysakin (mostly grey) and low-grade tosakin as the descendant of Grey. At this point, the tosakin project became a hopeless case for me. I got used to failure.

               Then a new opportunity came two years ago.

               My friends and I had the opportunity to buy several baby tosakin from Nagoya, Japan. We were so excited to see the prospect of reviving tosakin in Indonesia. We divided the babies among us and grow them till adulthood. Too bad, it was not easy to breed them. Unlike other goldfish type, it was hard to differentiate between male and female tosakin by examining their anal. And none of them laid eggs in the first year. I prepared my courage to accept the worst: they might be sterile. Fortunately, in the second year, one laid eggs. The sec became obvious at this stage. I had several females with me, but only one laid eggs. I quickly paired her with the siblings. It was a happy moment to have so many tosakin eggs at last. Yet, another disappointment awaited. Almost all of the offspring had defect dorsal fins! I tried to breed her the second time, with the same result. There was something wrong with the genetics. Suspicion mingled with disappointment. But I know anger could not change the situation. I threw all of the offspring and decided to start over. At that moment, I launched three sub projects altogether. I mated the Nagoya with my low grade tosakin (descendant of Grey); I also mated the female Nagoya with my male flyaskin, and my female flysakin with male Nagoya. After executing these projects, the female Nagoya stopped laying eggs forever. What a close call!

               Surprisingly, the cross between the Nagoya and my own tosakin produced decent tosakin. They were not extraordinary, but good enough. There were only seven of them, but they made me happy. Concerning the offspring of Nagoya x flysakin, some of them became very close to tosakin: some with long and soft tail (perhaps it still carries the genetics of butterfly) and some with medium and hard tail. Some more had split tails and large flips; they were very beautiful in their own way – I sold them because I did not use them to improve my tosakin project anymore.

               This February, these offsprings began to lay eggs.

               From the seven tosakin offspring I had, there were four females but only one laid eggs!. My alarm rang aloud. She was not perfect. She had a defect in the dorsal fin. The dorsal fin only covered 80% of the backbone. Yet she was the best shot I had. I could not postpone her breeding since I had no confidence if she would have another breeding season.

The productive female tosakin

               So, I mated her with her siblings (two out of the three males from the seven set). I left one male out since its tail was ordinary. Then it occurred to me that pairing her up with his uncle (the male from the original Nagoya set) will be a good option, so I did this in the next occasion. A goldfish usually lays eggs every five days in my place. So, I can have many rounds of breeding in a season. I can pair a single fish with different males. The combinations above already took three rounds of breeding.

The three male tosakin offspring. I used only the red white and the grey.
The male original Nagoya tosakin

               I did not stop the breeding there. I continued to pair her with another males. Since I did not know how the result would turn out, I thought it was better to pair her with many different males in the hope of having good offspring from at least one of the combinations. In the fourth round of breeding, I mated her with the best of my improved flysakin, that is, the flysakin that had been crossed back to the original Nagoya tosakin line. At this point, I thought I already had sufficient combination of offspring to secure a good result.

               But then, temptation creeped.

               My goal is not just to breed tosakin, or to create the quality as close as to the original Nagoya. My goal is to create my own line of tosakin, hopefully with clearly defined uniqueness. What I had in mind is to create a tosakin with longer tail and bigger flips (who doesn’t want that?), and a strong red white color. The current productive female tosakin I had was already red and white in coloration. And the red color was not bad. It was already a dream came true. But, among my goldfish collection, I had two fishes with very intense blood red color in a red and white fish. Both were male. One of them was a butterfly, and one was a flysakin. They emerged randomly from my offspring without me remembering the genealogy. I was tempted to pair these two with the female tosakin. I knew the timing was not at its best, since my space were already occupied by so many oranda offspring and tosakin offspring. Could I afford two more projects? Or should I postpone this sub-project to the next breeding season, provided that the female could stay productive? It was risky. I remembered well about her mother stop laying eggs forever. Or could I delay this sub-project until the next generation? Well, would I still have my intense deep red goldfish at that time?

               After pondering for a while, I decided to execute the project.

The butterfly with the deep intense deep red coloration and the female tosakin. Notice the slight difference in the intensity of the red color.

               I must confess that I made another sub-project in this Tosakin category. Along with the female tosakin being productive, some of the females from my improved flysakin collection also came to age. I mated them with the original male Nagoya line. My reason was that my Nagoya was getting old. There was not much time for him to be productive. And his gene was so important to be paired with the improved flysakin, since this one cross would make my improved flysakin into a complete tosakin. I could not waste this opportunity.

               So, I was very busy in breeding this January and February. My space was cramped and I need to exercise strict management to my little city farm. Pray to God that He will grant me success with these two projects. The question is: what will I do in March?

Standard
calico ranchu, cow ranchu, The Diary of a Goldfish Breeder 2021

The Diary of a Goldfish Breeder 2021 (3)

Date: March 5, 2021

               My ranchu projects are not as well planned as the oranda projects. For several years I have worked with blue, brown, and purple ranchu. I develop them from scratch. I got my blue ranchu from the panda moor x ranchu. My brown ranchu came from chocolate pompom x ranchu. And my purple ranchu was a cross between the blue and the brown ranchu. It took years for me to get those colors into the decent ranchu shape. But until now, I have not had a clear vision of how to develop my line’s basic ranchu shape.

               The oranda projects consume a lot of my space. It is the fate of a city breeder like me to work with limited space. I must think of the management of my tubs in a daily basis: moving fishes around from tubs to tubs, maintaining a manageable hatching size, culling as early as possible in the strictest way I can. With this lack of vision and space in developing my ranchu line, I plan to reduce my activity in ranchu projects for now. I will only breed just to make sure they are not extinct from my collection. By doing this, I can save my space. The good thing is that I can always put ranchu in the same tubs / ponds with oranda without the risk of losing track of the lineage. I cannot do this for the hatches between semi brown, semi blue, semi purple, and semi yellow oranda. They all will mutate into the same color (namely red, red-white, or wild color). They must be kept in separate tubs to keep track of which one is which.

Hopefully later on I will be able to develop my own ranchu line’s shape. But for now, they are not my priority.

Actually, there were two main sub projects in my ranchu planning. They were the cow ranchu and the tricolor ranchu.

Last year I was resolved to breed the cow ranchu. I have acquired at least three different line associated with cow ranchu from China (one from De Quan farm, one from Pan Xi, and one from unknown). I even mixed them with my blue and purple metallic scale ranchu. Yet, the results are far from satisfying. I have bred them several times with similar results. Most of the offspring have no anal fins. The rest have horrible back shape. Sometimes I got only one or two decent shape from a batch. The surviving ones mostly become either calicos or casper (the full transparent white fish).

Right now, I revise my cow ranchu project. First, my aim is not to acquire cow ranchu offspring anymore. I revise my aim into producing my calico ranchu line instead of cow ranchu line. So, I will cross whatever transparent scale I have, be it cow ranchu, calico, or a mix with other ranchu type. I will not keep track of the lineage of the offspring anymore. And later on, I will see if there is a good body shape and color from my mix collection that I can develop into my own transparent scale ranchu line. Just surrender myself to the force of randomness. Second, I will sort of postpone this project for later. Right now, I will just breed them only when I have space and time, and to collect few decent fishes from each batch. I will raise them together with my oranda. So, this project will not occupy a lot of my space and energy for now. Hopefully I will have some beauties to work with later on.

It seems that in life, one must choose one’s priority. One cannot have everything, at least in the same time. So, I think I am correct in postponing the priority of my ranchu projects for now to concentrate on my oranda.

The second sub project was the tricolor metallic scale ranchu. I was trying to develop this kind of ranchu from my tricolor goosehead oranda. I have made several attempts for some generations, with no success. I think failure is part of a breeder’s life. But I am still trying and learning from my mistakes. I am still restarting again and again.

Right now, I have three batches of different cross between the tricolor oranda (and also her cross) and ranchu. I dedicated three large ponds for the offspring (roughly 10 weeks old now). They are space-consuming and this project is far from being successful. I am still watching how the offspring turn up (whether they will carry the tricolor genetics or not) and thinking of another way of doing this in case the current project fails.

This sub project of tricolor ranchu is so dear to me. I can postpone the blue, brown, purple, and cow ranchu projects, but not this one.

Standard
Blue Oranda, Brown Oranda, Purple goldfish, The Diary of a Goldfish Breeder 2021, Yellow goldfish

The Diary of a Goldfish Breeder 2021 (2)

Date: 24 Feb 2021

               Out of the four projects to establish my line of blue, brown, purple, and yellow oranda, three are already on the way since January. Each project presents its own difficulty.

Blue Oranda

               My previous line of blue oranda was not bad, though they have not acquired the Basic Material’s body form. But the quality was declining at the end of last year. Somehow, my latest offspring regained the old version of blue oranda form with its long and slim body shape. Well, it is not bad. Just that it goes out of my plan. I decided to let most of them go. I was surprised to find myself with only single blue oranda left in my pond. I think I took a great risk in selling them. If something bad happen to this last Mohican, I will lose my line.

               It is a great relief when this blue female oranda laid eggs this January. I quickly paired her with my male Basic Material. I collected the second batch of the eggs and not the first batch since I believe the first batch is usually weak. I will not expect the blue oranda directly from this cross. The blue oranda will appear in the F2. So far, the offspring has a good body shape and erect tail. But it is too early to judge them. In my calculation, this F1 (and also F2) will not have the complete Basic Material body form yet. Their shape will be transitional. I will need to mate the F2 with the Basic Material form again (probably the offspring of the current Basic Material) to have my objective realized in the F4. The plan is so straight forward. If everything is on course, then this project will be successful in two years (assuming that each step needs 6 months for the fish to mature and ready to mate).

               At least, the first step has been done, and is on the right track. What can go wrong is if all the offspring die, or all of them turn out to be of the same sex. That is why I think the wise course is to keep the female blue oranda with me till the production of F2.

Brown Oranda

               This project is behind the schedule.

               I kept a pair of brown oranda from my previous line. In January, I mated my female brown oranda with the male Basic Material. Yet the result was weak. In my analysis, the bad result was due to the female brown oranda getting old. So, I got rid of the offspring and executed plan B. Actually, I had the option to cross the male brown oranda with the female Basic Material. Unfortunately, the female Basic Material was unproductive at that time. Glad that I had plan B.

               My plan B depends on the offspring from the previous brown oranda. Somehow, I managed to breed the pair before they became weak, and I raised six youngsters. Six was more than enough, I thought. Right now, they are three months old, not ready to breed yet. So, I need to postpone this brown oranda project perhaps for three more months until the young brown oranda mature. Sounds like a good plan, isn’t it? Too bad, two of them died last week due to disease, and three more died this morning. I am left with one youngster, which is still in medication right now. I do not know whether it will survive or not. And I have not checked its gender yet. Hopefully, this last fish will survive and I can run the plan B three months from now. But I must admit, this plan B is not safe right now.

               What happens if plan B fail, that is, if the last fish dies also? I have plan C.

               Last year, I did not make a clear plan for my breeding project yet. So, I bred whatever project that came to my mind. One of them was making a brown oranda with large headgrowth without bothering about the body shape. So, I crossed the brown oranda with my tricolor goosehead. The offspring have red white and grey coloration, and is now five months old, almost ready to breed. When I decided to establish my line using the Basic Material body form, I thought about getting rid of this brown goosehead project, since I did not want to have too many overlapping projects. Glad I have not done that. So, if plan B fails, I still have this plan C. If I need to execute this back up plan, then this project will take six to nine months longer. It will take two and a half or even three years to complete.

Purple Oranda

               Things get a bit messy here. Before this project to establish my purple oranda line, I already started several projects. First, I already bred my original line and now I have six young purple oranda about three months old (the same age as my young brown oranda). Second, I already mated my original purple oranda with my tricolor goosehead oranda to create purple oranda with large headgrowth. Right now, the F1 is already five months old and ready to spawn. Third, I already crossed my original purple oranda with the Basic Material body shape (I use the parent of my current basic Material in the cross) and the F1 is seven months old. So, with these stocks, I can have plan A to C in readiness. But it is hard work to maintain all of them.

               From these collections, which one should I use as my plan A?

               Of course, the most logical thing is to use the third project. I already have the F1. I will just need to breed the F2 and it will yield purple oranda with transitional body form. Then I will continue with crossing the F2 and the Basic Material again, and will achieve my goal in the F4. This will make the project be finish in one and a half year! Sounds great!. And that was what I did. I mated F1 x F1 in January and came up with the F2. But I anticipate two problems.

               I only have one female in the F1, and she has a defect in her tail. The tail is folded. And I am worried that this trait might be carried forward to the offspring. So far, the offspring (F2) looks fine. But it does not mean that they will be free from defect, since folded tail might occur later. Hopefully the result will be mixed, so I can select the non-defect one to use. If all of them are defect, then I have some options. I might still mate them with the Basic Material line in the hope that the gene from the Basic Material will correct the defect. Or I can start over using the original line, mating them with the Basic Material (basically, this means I redo what I have been doing half a year earlier) with the consequence of taking a longer time for this project to accomplish. I do not know which one is a better strategy yet. I think for now I will just observe, and decide later according to the situation.

               The second problem has happened. Some of the F2 are losing its purple color and are turning into white! This is bad. How can this happen? In my analysis, it is because I use red-white Basic Material fish in the previous cross. The purple color is basically a variant of black pigmentation. It will be stronger if I use black fish in the cross instead of red-white fish (let alone a dominantly white one). Actually, there were some grey fish in the F1, but I got rid of them, thinking that the colored one (red-white one) is better. Now I realize my mistake. The grey one might yield a more long-lasting purple color (this is still my guess). Yet, this is already happening. I have the option to continue with this F2, hopefully selecting the strong purple color if possible; or I can introduce black oranda to the project. But the introduction of black fish will complicate the project, since the black fish is not the Basic Material.

               Well, so far, I need to observe how the F2 turns out. Will they have folded tail? Will they become all white? And I will think of solution later on after the observation.

Yellow Oranda

               About seven months ago I crossed my original yellow oranda with the parent of the Basic Material. I kept two females from the offspring (F1). The first one is free from defect and is my first choice to breed. The second one develops a folded tail. As weird as it may seems, my first choice does not lay eggs up to now. The productive one is one with defect. I have no choice but to breed the defect one (F1 x F1). Unfortunately, more than 90 percent are single tail! I do not know why. But my guess this has something to do with the original yellow goldfish that I use (yellow comets – single tail). So, I discarded this batch. Now I am waiting for the first choice to lay eggs. Meanwhile, I run the back-up plan.

               The key to my back up plan is my original female yellow goldfish (actually, she is yellow-white, very interesting color). She is very productive. I have several options:

  1. I can breed her with another original yellow goldfish
  2. I can mate her with the existing F1 (which already contain part of the Basic Material genetics)
  3. I can cross her with the Basic Material

Which strategy is the best? Option 1 is to retain the original yellow goldfish in case something happens and I need to start from scratch. Option 2 has the same purpose but with a better body shape (since the result will have 25% of the Basic Material genetics). So, by this logic, option 1 can be discarded. Option 2 is even better than the option 3 in terms of the lesser time to complete the whole project. It seems that option 3 can be discarded also. But there is one possible problem to worry about. How if option 2 results in many single tail goldfish? If that happens, then option 2 cannot be used. But at this state, I do not know what will happen. So, I just do both option 2 and 3 simultaneously. And I have done them last week, with good egg hatches. So, now there are two sub-projects going on in this yellow oranda project, while waiting for the F1 x F1 to happen.

               To complicate the matter, I also have another side project, which is the yellow sakura project. My aim here is to create transparent scale oranda with yellow and white color. I do not know how they will look like. I am not sure if this can be achieved as I expected. But it is nice to try. I have started this project about six months ago and already have the F1. The appearance of the F1 is just a red-white sakura with a few black stains. But the genetics is half yellow. I already breed this F1 x F1 and has one yellow white transparent color oranda (with a few black stains). It is very young, still less than two months old, but it already looks yellowish-white. I need more time to confirm the color. Apart from this F1 x F1, I also mate the original female yellow in the option 2 and 3 with this male F1! I am hoping to get some more yellow sakura with less black stains. But this project does not incorporate the Basic Material’s body shape. So, this will be a side- project. I do not know if I am too greedy or if I can be justified doing this. But this certainly complicate my yellow oranda project – an interesting complication.

Standard
Blue Oranda, Brown Oranda, Purple goldfish, The Diary of a Goldfish Breeder 2021, Yellow goldfish

The Diary of a Goldfish Breeder 2021 (1)

Date: 19 Feb 2021

               This year is the 21st year of my breeding activity. In accordance to my New Year resolution to “celebrate my potential”, I see the need to be more focus in the area of my goldfish breeding. Though breeding is just a hobby for me – an obsessive one, I must admit – I need a clear direction. So, in the beginning of January, I assessed my breeding situation and made plans. The most feasible thing for me to do turns out to be establishing my line of Oranda.

               I have been working with color experiment for many years already. I played with the blue, brown, purple, and yellow color in metallic goldfish. Right now, I have the blue oranda, brown oranda, purple oranda, and yellow oranda. I used many different sources to create them. For example, to create brown oranda, I crossed the brown pompom goldfish with red oranda; to create yellow oranda, I crossed yellow commet with red oranda. These different sources resulted in different oranda shapes. Though they are oranda, my brown and yellow oranda look very different. To make things complicated, I sometimes used several different lines of oranda in the crossing. So, for each type of color, I might have more than one shape variation. It is a bit overwhelming to maintain all of those variation.

               Now it is time to simplify things. I want one uniform shape in all my colorful oranda variety. It does not mean that I will not keep other shapes. It just means that I should have my primary shape for oranda. It will be my line: my signature.

               In order to do that, I need a basic material to work with. This, I think, is very important. I will induce this basic material into my colorful oranda so that I will have the blue, brown, purple, and yellow oranda with the shape as close as the basic material. Of course, the real basic material is only an idealism in my imagination. It does not exist. In reality, I need to find one close to my idealism. Or at least, a satisfying one. This non-existence of my ideal oranda creates a possibility to continually improve the basic material in the future.

               For the past several years, I had my eye on a certain red-white oranda shape developed by a breeder friend. I especially admired its body form. I acquired that line, and mixed it with my fishes. The offspring becomes my basic material right now. In today’s diary, I would like to talk in length about this basic material. Let me first show the picture:

The Male

The Female

               Basically, if I can create blue, brown, purple, and yellow oranda with such shape quality, I will be quite satisfied. And that is my current goal. Don’t you agree that those fishes will be gorgeous? These projects might take one to two years to complete.

               Now let me go deeper.

               What I admire in these two basic materials is, first of all, their body shape. The body length is medium; it has a good thickness (especially in the peduncle area); and it has a good body width (measured vertically from the back to the stomach). The female is slightly longer than the male. If I must choose the body length, I will choose the female. This preference of medium body length differs from the current trend of a shorter oranda. I know I do not really follow the trend.

The back curve is also good enough. It has a good height: higher than the headgrowth as required by a good standard, yet not as high as the oranda-ryukin hybrid. The current trend in the market is a very high oranda hump, which is fine with me, but I do not follow it. If I compare the male and female here, the male has a slightly better height.

My first concern about the body shape is that the peduncle of the female is positioned a bit upward / high. It makes the fish looks slightly imbalance – but only slightly. Fortunately, the male does not show this weakness. I think this weakness might occur in the offspring once in a while.

The bigger concern is the shape of the abdomen. The male has a good egg-shaped abdomen, though if it can be stretched a bit further back will be nicer. Yet, the female does not have the egg-shaped abdomen. I do not know yet if the stomach can be fuller later on in its development. It is yet to observe. But it is reasonable that some of the offspring might carry this weakness, since I saw the same case with the original line (from my breeder friend).

The scalation looks beautiful. The red color is not deep red, but is more intense than just orange color. There is a possibility that the red can be improved using color enhancer food. But the color is not my concern here, since I do not intend to breed the red or the red-white color as my main oranda. I will need to breed them still just to have enough basic material for the next breeding, but my main purpose is to have the blue, brown, purple and yellow oranda.

Concerning the headgrowth, I have come to a realization that my line will be more of the goosehead type of headgrowth. Looking back to the past several years when I have not decided at what type of headgrowth will my line be, I was already working many times with the goosehead type. And now, I am settled with it. The pictures above were taken two months ago. Now, the fishes have developed the headgrowth more. They have a larger growth on the hat area. Beautiful. The headgrowth was not excessive as in my tricolor oranda line, but it is not small, either. I might want to have a little bit more, if possible, so that the main identity of the fish (the headgrowth) will catch more attention when one sees it. In this basic material, the headgrowth is also seen below the eyes. I think it is the gene from the original line. For my line, I do not desire it and wish to minimize it later on. For now, I must expect that this trait (headgrowth below the eyes) might still occur in the offspring.

Last but not least, I must talk about the tail. The tail is of medium length (or between medium and long). It is a good length for me. I do not want the medium short or even a short tail. The degree of erection of the tail is good enough. It is not very spectacular, but it is considered good. The thickness of the tail tissue is good enough, though I will welcome a thicker one. There are three concerns about the tail. First, the lower tail lobe is not round. So, the lower tail cannot cover the anal fins well. The anal fins are too exposed. I also see this in the original line. And this weakness is uniform in the line. So, I need to plan a long-term repair for this, which is not easy if I cannot find this trait in the existing market. I have made several efforts, though. Yet, it is still a long process. For now, I must accept this weakness. Second, the lower lobes of the female (and some of its sibling) have small folds. The male does not have this. I guess this defect might occur once in a while in the offspring. Third, it was examined that the left and right lower lobes sometimes become imbalance when one of the lobes curls inward when swimming. The curl is not symmetric between the left and right lobes. Not all the sibling develops this, and I certainly do hope that this is not a hereditary defect. It is also possible that this type of tail needs special care so that it does not developed into imbalance curl inward. Perhaps this type of tail is not suited to deep water or strong current. I still need to observe this.

Anyway, after analyzing the basic material and see that they are obviously not perfect, I must say that I will be satisfied to have the basic material shape exist with blue, brown, purple, and yellow color. It is feasible for me to do. I also want to incorporate the tricolor into this basic material shape, but the difficulty is greater. I will save it for later.

Standard
kehidupan dalam air

Towards My Line

               Ada sesuatu yang sedang berubah dalam diriku.

               Sulit mendeskripsikannya.

               Mungkin begini: dulu aku tau, sekarang aku TAU; dulu aku mengerti, sekarang aku MENGERTI. Ada hal-hal yang dari dulu aku sudah tau, tapi mengapa sekarang aku kembali pada pengetauan itu tapi secara berbeda? Ada suara dalam diri yang mengatakan: dulu kamu tau, tapi sebenarnya kamu belum tau; sekarang baru kamu tau.

               Membingungkan?

               Dalam memelihara ikan, dari dulu aku tau bahwa para master memiliki line mereka sendiri. Ikan-ikan mereka memiliki tanda tangan mereka: seragam dalam keunikannya. Itu menjadi idealisme para breeder. Aku sudah tahu itu belasan tahun, dan sering pula menyampaikan aspirasi itu kepada teman-teman sesama penghobi. Tapi sekarang aku sadar, sebenarnya aku tidak tahu apa-apa tentang itu.

               Kalau ditanya, seperti apakah line ikan-ikanku? Maka aku akan menjawab tidak punya. Mungkin ada teman-teman yang mengatakan line ku seperti ini atau seperti itu. Tapi mereka keliru, karena ikan-ikanku terus berubah dari tahun ke tahun. Ada keinginan tertentu, maka aku mencoba mencetaknya. Ada ikan lain yang memiliki fitur menarik di pasar, maka aku mencoba menyuntikkan fitur itu ke ikan-ikanku. Dan ini tidak hanya sekali dua kali. Fitur-fitur unik yang berbeda-beda itu melimpah dalam dunia ikan koki. Aku terus bereksperimen dengan mereka sesuka hatiku. Akibatnya, aku konsisten berubah terus.

               Tapi di tahun ke dua puluh satu kegiatan breedingku ini, aku sampai pada suatu kesadaran tertentu. Seperti pengelana yang akhirnya memilih untuk menetap “settle” di suatu tempat, demikian petualanganku dengan fitur-fitur ikan mulai mereda. Setidaknya, dalam jenis Oranda, aku mulai melihat bakal line-ku seperti apa. Gambaran itu makin lama makin jelas.

               Aku sampai pada kesadaran bahwa “establishing a line” itu berarti tidak lagi mendua hati. Ibarat seseorang yang berjumpa dengan banyak wanita mengagumkan. Ada wanita yang fitur utamanya adalah kecantikannya. Dan harus kukatakan, kecantikan itu pun sangat bervariasi. Ada wanita yang daya tarik utamanya adalah intelektualitasnya. Meski tidak semua menghargai itu, bahkan banyak pria yang merasa takut pada fitur itu. Ada wanita yang begitu baik hatinya; ada pula wanita pekerja yang begitu berwibawa dan berprestasi; dan banyak lagi. Pemuda ini mengagumi semua keunikan-keunikan itu dan tidak dapat memutuskan mana yang akan dipujanya. Bahkan mungkin setelah menikahi seorang dari mereka pun, ia belum sepenuhnya yakin bahwa ia sudah memilih dengan tepat. Tapi, setelah bertahun-tahun menikah, di titik kesadaran tertentu, barulah ia mantap hati. Ketika hatinya sudah mantap, ia tidak lagi mendua hati. Benar, masih tetap banyak keutamaan di luar sana yang menarik. Tapi tidak mendua hati berarti memilih satu orang wanita untuk ditaruh di dalam hatinya, dan sudah tidak lagi peduli kepada yang lain. Demikian juga dengan membangun line ikan koki.

               Aku tidak tahu, mengapa line yang muncul pertama secara jelas dalam diriku justru Oranda. Dulu waktu kecil aku pernah terkesima dengan seekor Oranda yang aku beli di pasar. Warnanya merah putih, namun merahnya sangat merah dan putihnya sangat bersih. Tapi tidak lama aku yang waktu itu masih kecil memeliharanya, ikan itu mati. Dan aku tidak pernah menjumpai oranda seindah itu lagi di masa mudaku. Ketika aku memulai hobi breeding, Oranda adalah ikan yang paling tidak favorit bagiku. Bentuknya yang berjambul mengingatkanku pada tante-tante dengan rambut disanggul tinggi sewaktu ke pesta. Terlihat berlebihan berdandan. Aku tidak suka. Namun sejak aku diajak seorang teman untuk menulis buku tentang apresiasi ikan koki, aku belajar banyak darinya tentang apresiasi Oranda. Jangan melihat Oranda sebagai tante yang sedang berangkat ke pesta. Jangan juga melihat Oranda sebagai badut yang lucu. Bukan, Oranda bukan itu. Oranda adalah seorang raja yang berwibawa. Jambul itu bukan rambut yang disanggul, atau topi seorang badut, melainkan mahkota seorang raja! Pandanganku tentang Oranda mulai berubah sejak itu. Jujur dahulu aku tidak mau memelihara Oranda. Aku akhirnya memelihara Oranda hanya untuk membuat sesi foto sebagai ilustrasi buku tersebut. Tapi makin lama memelihara makin aku bisa melihat keindahannya.

               Ada Oranda line si A, ada pula line si B. Ada Oranda yang berjambul goosehead, ada yang tipe lionhead, dan segudang tipe lagi. Ada yang short body, medium, hingga long body. Ada bentuk tubuh yang langsing hingga yang lebar. Belum lagi berbicara tentang berbagai jenis ekornya. Sangat bervariasi. Dan runyamnya, aku bisa mengapresiasi keragaman itu, hingga tidak bisa memiliki line-ku sendiri. Tapi kini, setelah 20 tahun breeding, mulai jelas bagiku idealisme Oranda mana yang kupilih untuk menjadi line-ku. Dan itu berarti aku harus merelakan keindahan-keindahan yang lain.

               Tentu saja aku tidak ingin sama dengan line teman-temanku yang sudah establish. Untuk masalah bentuk aku akan mengadopsi line tertentu, dengan sedikit modifikasi bentuk, tapi dengan modifikasi besar pada warna. Line Oranda ku adalah blue oranda, brown oranda, purple oranda dan yellow oranda dengan bentuk seperti foto di atas.

               Tidak lagi mendua hati terdengar seperti sebuah prinsip yang sederhana. Tapi tidak mudah mencapainya. Ini masih sekedar masalah ikan, belum lagi masalah menerapkannya dalam kehidupan.

               “Establishing a Line” juga berarti menerima kelebihan dan kekurangan ikan itu. Tidak ada ikan yang sempurna. Mungkin sempurna di fitur tertentu, tapi di fitur yang lain ia tidak seindah ikan orang lain. Mungkin juga fitur dalam line yang sedang dikembangkan ini bukan fitur yang sedang naik daun. Tapi, hati yang tidak mendua juga adalah hati yang bisa menerima. Ia sempurna di mata breedernya, sempurna dalam kelebihan dan kekurangannya. Apa kata orang tidak lagi menggoyahkannya, apalagi menyinggung hatinya. Ia puas.

               Tidak berarti breeder itu tidak akan melakukan perbaikan apa-apa lagi. Perbaikan tetap dilakukan. Variasi juga tetap dikembangkan. Namun pergumulan akan garis besar utamanya sudah selesai. Sama seperti seorang suami yang sudah menerima istrinya apa adanya juga masih kadang bertengkar atau mengkritik, tapi itu bukan lagi hal besar.

               Itulah yang kini kulihat tentang membangun sebuah line yang dahulu tidak kulihat.

               Dalam kategori Oranda, aku makin jelas, dan aku masih butuh mungkin dua tahun untuk sampai pada angan-angan tersebut. Dalam ranchu, aku masih belum menemukannya. Dalam tahun-tahun mendatang mungkin ranchu ku masih akan sangat bervariasi dan tidak dapat disebut sebagai sebuah line yang solid. Aku masih perlu “njajan” hingga menemukan tambatan hati.

Ya, tidak apa-apa. Satu per satu saja. Dijalani dan dinikmati saja.

Hermanto 26 Januari 2020

Standard
cow ranchu, Purple goldfish

Cow Projects 2020

This is the second time I breed my cow ranchu. There are two ongoing projects. First, I cross my remaining cow ranchu (male) with his own offspring (or niece – since I used several male to produce her). Second, I cross the same cow ranchu with a female purple ranchu out of curiosity.

The first project (cow x cow) resulted in weak body shape offspring. But it is not my main interest. My interest is in the coloration of the offspring. At the age of roughly three months old, they are still mostly transparent white. Few have red patches. Some have black little dots and / or black patches “inside” (beneath the scale). Black marking on top of the scale (outside) is rare in these offspring. If they do, the black marking is in the shape of patches, not dots.

The fully white ones are nicknamed Casper by my friends. I was informed that these Caspers and the ones with black dots inside will develop the black color outside later on. It is certainly my hope to see it comes true. But so far, I do not see it coming. None of them can be claim as cow ranchu yet.

Let me refresh our memory with the pictures of the parent:

The male cow ranchu
The female

I do this first project twice. So I have collected two batches. Since the first batches were on medication when I took these photographs, I only managed to take pictures of the second batches. And these are the results. Each fish is displayed from left and right side.

The second project (cow x purple ranchu) has a different result. The offspring looks more like calico with a satisfying color composition. To compare this with the above project, this second project does not produce Caspers. They have black patches inside (not dots), but also white dots outside (not patches at this stage). I am eager to see how these dots will develop later on. And to compare with my previous project of crossing the cow with blue ranchu, I do not get any kirin-like color in this crossing (cow x purple) as I get one in the previous crossing (cow x blue). This comes as a surprise to me, since the blue and purple color are closely related. I expected to see a kirin-like coloration in this project, but it does not happen. I am still curious though about what will happen if I cross these offspring back to a purple ranchu.

These are the parent fishes:

Male parent
female parent

And the offspring are:

I already cull out the fishes from these two projects. Those with weak body shape are eliminated (I give them freely to friends). So, the next update will not contain all of the fishes portrayed here.

Enjoy.

Standard