kehidupan dalam air

Pengetahuan Dasar Pemeliharaan Ikan Koki

Banyak penghobi yg ingin memelihara ikan koki menemukan kendala ikannya mudah mati. Sebenarnya dengan sedikit pengetahuan, mitos tersebut dapat ditepis dengan mudah. Artikel ini dimaksudkan untuk membantu penghobi supaya ikan koki peliharaannya sehat dan dapat hidup lama. Pembahasan dalam artikel ini lebih dikhususkan untuk akuarium / bak yg diletakkan di dalam ruangan / indoor  (tidak terkena sinar matahari).

Ada bermacam2 cara pemeliharaan ikan koki, dan masing2 memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri2. Cara2 itu antara lain: sistem ganti air, sistem air hijau, sistem filter biologis

Sistem ganti air adalah sistem yg sangat sederhana dan masih dilakukan sampai saat ini. Bahkan ikan2 koki yg paling mahal seperti topview seringkali menggunakan sistem ini. Ini membuktikan betapa dgn cara yg sangat sederhana pun ikan koki dapat hidup sehat. Dalam sistem ganti air ini, kita hanya perlu menyiapkan air tua dan aerator (gelembung udara) saja. Biasanya sistem ini diterapkan pada ikan yg dipelihara dalam bak dgn hanya menggunakan aerator saja, tanpa filter apapun. Tiap hari airnya diganti dgn air tua. Demikian saja, dan ikan bisa hidup dgn sehat.

Air tua ini adalah satu konsep penting yg perlu diketahui penghobi, karena setiap penggantian air selalu disarankan menggunakan air tua. Yg disebut dgn air tua adalah air biasa yg sudah diendapkan dan di aerasi minimal satu hari. Air yg mendapat perlakuan demikian kualitasnya sangat baik, dan sangat cocok untuk ikan koki.Tujuan diendapkan dan diaerasi adalah untuk menghilangkan kadar kaporit dan zat2 berbahaya lain di air.

Kualitas air adalah faktor yg sangat menentukan bagi kehidupan ikan. Dan faktor utama yg mempengaruhi kualitas air adalah kadar amonia. Amonia inilah racun / pembunuh nomor satu ikan koki. Kalau penghobi mampu menangani amonia, ia sudah menguasai kemampuan dasar yg membuat ikan jarang mati. Karena itu amonia adalah satu faktor penting yg harus diketahui.

Amonia dihasilkan oleh ikan melalui kotoran dan lendirnya. Tanaman yg mati dan pakan yg tidak habis juga akan menjadi amonia. Amonia muncul dalam bentuk gelembung / busa kecil2 di permukaan air. Semakin tinggi kadar amonia, semakin banyak gelembung tsb. Jadi, di satu sisi, amonia selalu dihasilkan oleh ikan (dan ikan koki adalah penghasil amonia yg sangat banyak!), di sisi lain, amonia harus dihindari. Bagaimana caranya? Ketidakmampuan mengelola amonia inilah sumber kegagalan utama penghobi, sehingga ikan kokinya mudah mati.

Sistem ganti air yg kita sebut tadi adalah salah satu caranya. Setelah satu hari, kadar amonia akan menumpuk di tempat pemeliharaan ikan. Karena itu air dikuras, bisa sebagian bisa seluruhnya, dan diganti dgn air tua. Sehingga dalam tiap penggantian, amonia pun terbuang, dan ikan bisa tetap sehat. Inilah rahasia dibalik keberhasilan sistem ganti air. Tentunya penggantian disarankan memakai air yg suhunya sama (karena itu penggantian dilakukan di pagi atau sore hari pada waktu perbedaan suhu antara air lama dan air baru tidak terlalu besar). Namun sistem ganti air ini melelahkan. Penghobi yg sudah cukup senior tidak masalah dgn sistem ini karena mereka memiliki komitmen yg besar, namun bagi pemula, kegiatan ini sangat melelahkan.

Artikel ini tidak membahas ttg sistem air hijau karena biasanya air hijau dilakukan untuk pemeliharaan outdoor. Artikel ini akan lebih banyak mengulas sistem filter biologis (FB). Berbeda dgn sistem ganti air yg sederhana tapi perawatannya melelahkan, sistem filter biologis ini persiapannya sedikit membutuhkan waktu namun perawatannya mudah. Jika sistem ganti air cocok diterapkan untuk pemeliharaan di bak, sistem FB ini cocok diterapkan di bak maupun akuarium. Justru sesungguhnya, kolam koi pun menggunakan sistem FB. Penghobi hendaknya memahami sistem FB ini dengan baik.

FB tidak mengandalkan penggantian air besar2an. FB ini meniru keadaan sesungguhnya di alam. Amonia diolah oleh bakteri2 pengurai amonia yg terdapat di alam, sehingga kadar amonia di dalam air relatif kecil. Jadi bakteri2 inilah yg kita perlukan. Bakteri2 inilah yg harus kita kembang biakkan di dalam filter kita. Jika filter kita penuh dgn bakteri pengurai ini, maka air yg masuk ke filter akan diolah oleh bakteri2 tsb, dan air yg keluar dari filter adalah air dgn kualitas yg baik. Ketika sistem FB ini berjalan sedemikian rupa, akuarium kita membentuk satu ekosistem yg seimbang, dan ikan akan sehat tidak mudah mati. Disinilah rahasianya!

Apa yg perlu kita ketahui ttg bakteri tsb? Bakteri tsb sebenarnya terdiri dari 2 jenis. Jenis yg pertama mengurai amonia menjadi nitrit. Jenis kedua mengurai nitrit menjadi nitrat. Proses penguraian ini membutuhkan oksigen. Darimana kita bisa mendapatkan bakteri tsb? Kalau filter kita jalankan, dan kita beri ikan dalam akuarium, maka otomatis akan muncul amonia dalam akuarium. Dgn adanya amonia tsb, maka bakteri perlahan2 akan muncul dengan sendirinya. Kita tidak perlu mencarinya kemana2! Yg kita perlukan hanya menunggu kira2 sebulan sampai filter kita matang (bakteri sudah berkembang biak dalam jumlah cukup). Dibagian mana dari filter bakteri2 itu hidup? Bakteri2 itu membentuk koloni di permukaan benda yg terendam air di dalam filter. Jika filter kita berupa sebuah kotak kosong saja, maka bakteri akan menempel di dinding2 dan lantai kotak tsb yg terendam air. Tapi bukankah sayang jika kotak filter itu dibiarkan kosong. Seandainya kita taruh sebuah batu di dalam filter, maka bakteri juga akan memenuhi permukaan batu tadi. Ini tentunya meningkatkan jumlah bakteri dalam filter. Bagaimana caranya supaya jumlah bakteri dlm filter kita bisa sebanyak mungkin? Yaitu dgn menaruh media (benda) tertentu di dalam filter yg bisa memaksimalkan luas permukaan yg bisa dijadikan rumah oleh bakteri. Karena itu kita sering mendengar istilah rumah bakteri / media. Setelah melalui penelitian, media2 yg dapat digunakan untuk memaksimalkan jumlah bakteri (dan tidak membuat buntu aliran air tentunya) adalah bioball, spons berongga atau kerikil. Bioball adalah bola2 plastik berwarna hitam berbentuk seperti rambutan (berduri2) atau bola berlapis-lapis, biasanya digunakan di filter2 koi. Akuarium dalam ruangan (indoor) selain menggunakan bioball dapat pula menggunakan spons berongga atau kerikil, karena relatif lebih rapat, sehingga luas permukaan lebih banyak. Untuk akuarium, spons dan kerikil tidak membuat buntu, namun untuk kolam outdoor, dapat menyumbat aliran air. Isilah filter dengan media2 tsb, namun di atasnya tambahkan kapas dacron untuk menyaring partikel2 supaya air bening. Kapas ini sebaiknya ditaruh paling atas menghadang air yg pertama masuk dari akuarium. Biasanya sisa uraian bakteri adalah berupa kotoran yg mengendap, yg dapat disedot menggunakan selang siphon. Inilah pengetahuan2 yg kita perlukan.

Apa yg perlu kita ketahui ttg filter? Filter terdiri dari wadah filter, pompa dan sistem sirkulasinya.  Bentuk wadah filter tidak masalah, bisa filter samping, atas, bawah, luar, dalam, dll. Bisa tidak bersekat, bisa bersekat dua atau lebih. Wadahnya pun bisa beli jadi, bisa merakit sendiri menggunakan barang2 seperti talang air, ember, dll sesuai kreativitas dan dompet. Usahakan wadah filter bervolume 25% dari volume akuarium. Itu volume yg disarankan. Tapi jika tidak memungkinkan, kadang filter 15% volume pun dapat berjalan dgn baik. Pompa dengan wadah filter dapat dihubungkan dengan pipa atau selang. Pompa jangan terlalu kecil maupun terlalu kencang. Jika terlalu kecil, air tidak tersirkulasi dgn baik. Jika terlalu kencang, bakteri tidak mendapat kesempatan untuk menguraikan amonia. Arus yg terlalu kencang juga tidak nyaman bagi ikan koki. Pompa dapat ditaruh di akuarium maupun di filter, tergantung sistem sirkulasi yg kita miliki. Yg penting, untuk satu akuarium, gunakan satu pompa saja. Pompa bisa digunakan untuk menyedot air dari akuarium ke filter, atau untuk membawa air dari filter ke akuarium. Namun tidak boleh untuk kedua2nya secara bersamaan, karena meski daya sedot yg tertera di labelnya sama, pada kenyataannya pasti berbeda, bisa mengakibatkan air meluber. Usahakan jarak antara air yg disedot masuk ke filter dan air yg menggerojok keluar dari filter sejauh mungkin, supaya sirkulasi menyeluruh. Usahakan air yg keluar bisa berbentuk gerojokan, karena ini dapat menambah kadar oksigen.

Lampu sebaiknya dinyalakan meniru siklus matahari, atau paling tidak 10 jam perhari. Boleh ditambahkan aerator. Kerikil atau pasir untuk dasar akuarium boleh, tapi polos tanpa itupun baik, karena kerikil kadang menjebak kotoran di sana.

Sekarang bagaimana mempersiapkan akuarium dgn FB? Pertama, isi akuarium dgn air tapi tanpa ikan dan jalankan filter. Ini untuk membuat air tua. Pada hari kedua, masukkan ikan kecil yg sehat (pastikan ikan tsb sehat!) dan jangan diberi makan. Adanya ikan akan memunculkan amonia dalam jumlah kecil. Ini akan memicu tumbuhnya bakteri. Biarkan selama seminggu. Pada minggu kedua, ikan boleh mulai diberi makan sedikit saja dan satu kali setiap tiga hari. Benar, satu kali setiap tiga hari. Tujuannya untuk menambah jumlah amonia secara bertahap. Biarkanlah siklus ini berjalan sampai sebulan. Pada dua minggu pertama, akan terbentuk bakteri jenis pertama di filter. Pada dua minggu berikutnya, bakteri jenis kedua akan muncul. Selama itu, jalankan filter, lampu, dan aerator secara normal. Setelah genap sebulan, maka jadilah ekosistem kita. Ekosistem ini merupakan keseimbangan antara jumlah bakteri, jumlah ikan, frekwensi dan jumlah pakan, sinar lampu, kadar oksigen, jumlah lumut, dll. Semuanya membentuk suatu keseimbangan. Jagalah keseimbangan ini, maka ikan akan senantiasa sehat. Air di akuarium akan kelihatan kekuningan / kehijauan, namun bening dan jernih.

Setelah genap sebulan, kita dapat mengeluarkan ikan test fish tadi. Sekarang kita dapat memasukkan ikan2 yg lebih baik yg kita suka. Tentunya dgn bertambahnya ikan dan frekwensi pakan, kita mengganggu keseimbangan ekosistem tsb. Karena itu, lakukanlah secara bertahap, sehingga ekosistemnya selalu bisa menyesuaikan diri.

Bagaimana perawatan FB? Sederhana. Saya sebutkan bahwa hasil olahan dari bakteri tadi adalah nitrat. Nitrat ini adalah zat yg relatif tidak berbahaya bagi ikan. Namun lama kelamaan jika terlalu banyak juga akan berbahaya. Karena itu, untuk jangka panjang, kita perlu mengatasi nitrat. Untunglah ada 2 cara sederhana mengatasi nitrat. Yg pertama adalah dengan membiarkan tanaman air dan lumut tumbuh di akuarium. Mungkin tanaman air kurang cocok karena sering dirusak oleh ikan koki. Tapi lumut biarlah menempel di dinding. Nitrat ini adalah pupuk bagi tanaman dan lumut. Tanaman dan lumut membantu mengurai nitrat. Cara kedua yg disarankan adalah dengan melakukan penggantian air sebanyak 20% saja setiap minggu atau dua minggu sekali. Tentu saja gantilah air dgn air tua. Juga gantilah kapas dacron sewaktu kotor. Hanya itu saja perawatan yg diperlukan. Jika memiliki waktu senggang lebih banyak, dapat ditambahkan dengan melakukan siphon / penyedotan kotoran dan sering2 membersihkan dinding depan kaca akuarium dari lumut. Sederhana sekali bukan? Apakah perlu menguras total? Saya katakan tidak perlu bahkan setahun pun belum tentu perlu menguras! Pengurasan dilakukan hanya jika akuarium terkontaminasi penyakit sehingga harus dikeringkan untuk membunuh bibit penyakit tsb.

Filter biologis-nya pun tidak perlu dikuras kecuali buntu oleh banyaknya endapan kotoran. Itu kira2 kita lakukan 3 atau 6 bulan sekali, kadang bahkan setahun sekali. Jika kita menguras filter, jangan membersihkannya seperti mencuci piring! Jangan menggunakan sabun. Dan jangan terlalu bersih! Cukup dgn mengguyur media supaya endapannya keluar. Sedapat mungkin kita berusaha mempertahankan keberadaan bakterinya! Jika sampai bersih, berarti banyak bakteri yg hilang. Apalagi kalau dgn sabun, berarti bakterinya mati. Kita harus mulai dari awal lagi.

Ada penghobi yg menambahkan arang / batu zeolit dalam filternya. Arang / batu zeolit memiliki kemampuan untuk menyerap racun2 dan amonia. Penanganan amonia dgn cara ini disebut dgn istilah filter kimia. Namun zat2 tsb dapat membunuh bakteri pengurai di FB. Karena itu, saya tidak menyarankan penggunaan arang/ zeolit untuk akuarium ikan koki.

Bagaimana memelihara ikan koki dalam akuarium? Nyalakan lampu sedapat mungkin memakai siklus matahari. Jangan memelihara terlalu banyak ikan, pastikan ikan mendapat cukup ruangan yg lega. Jangan memberi makan terlalu banyak. Ikan yg gendut memang cepat besar dan lucu, namun sama seperti manusia, ikan yg gendut staminanya kurang baik. Ikan yg gendut juga menghasilkan amonia lebih banyak. Ikan koki adalah ikan yg selalu lapar. Ini dapat menjadi tolok ukur kita akan kesehatan ikan. Jika ikan koki tidak lapar, maka kemungkinan besar ia sakit. Tapi janganlah kita selalu memenuhi nafsu makan ikan ini. Itu hanya akan membuatnya cepat mati. Jika memberinya makan, berilah pakan dalam jumlah yg dapat langsung habis dalam 5 menit. Setelah habis, boleh diberi satu atau dua kali lagi. Sehari berilah dua kali atau 3 kali saja, atau bahkan sehari sekalipun boleh. Karena ikan dipelihara dalam akuarium, tentunya kita tidak mengejar pertumbuhan yg pesat bukan? Jika kita hendak mengejar pertumbuhan, pastikan amonia terkontrol dgn baik. Jika hendak bepergian jauh, cukup pastikan filter berjalan dgn baik dan ikan tidak perlu diberi makan. Ikan koki tahan tidak makan selama dua minggu dan sehat2 saja. Penyakit biasanya datang dari ikan baru. Karena itu, hati2lah dalam membeli ikan yg baru. Pastikan ia tidak sakit. Cara yg benar dalam menangani ikan baru adalah dgn meng-karantina ikan tsb terlebih dahulu barang beberapa hari di akuarium / bak yg lain untuk memastikan kesehatannya. Dalam kita menangani ikan, baik ikan yg baru datang maupun memindah ikan dari tempat yg satu ke tempat yg lain, cara yg benar adalah memakai gayung. Jadi kita tidak memegang langsung tubuh ikan tsb. Dan biarlah air dari tempat yg baru bercampur perlahan dengan air dari tempat yg lama, supaya ikan bisa ikut menyesuaikan diri sedikit demi sedikit.

Dengan memahami sistem FB ini, penghobi sudah mampu memelihara ikan koki dengan baik dan ikan tidak gampang mati. Pengetahuan ini sudah mencakup sebagian besar dari pengetahuan yg diperlukan dan sudah memadai. Sisa pengetahuan dasar lain yg diperlukan adalah ttg mengobati ikan yg sakit.

Penyakit ikan yg paling sederhana adalah adanya kutu dan cacing jangkar. Biasanya ikan2 yg berasal dari peternak membawa penyakit2 ini. Kutu adalah hewan kecil berbentuk bulat transparan berpola kehitam2an yg menyedot darah ikan, seperti lintah. Sedang cacing jangkar biasanya tampak seperti sebuah jarum berwarna putih atau hitam yg mencuat dari tubuh ikan, yg jika dicabut, ternyata memiliki akar seperti jangkar yg tertanam dalam tubuh ikan. Dalam jumlah kecil keduanya tidak mematikan, tapi membuat ikan kurang aktif. Keduanya mudah dibasmi dengan dicabuti menggunakan kuku atau pinset secara menyeluruh. Tiga hari lagi, ulangi pencabutan menyeluruh itu untuk memastikan sisa2 kutu dan cacing jangkar yg kelewatan pada pemeriksaan pertama. Cara lain adalah dgn menggunakan obat dgn nama dimilin.

Penyakit lain adalah penyakit kulit / penyakit luar yg muncul dalam berbagai bentuk. Bisa menyerang insang atau sisik ikan. Biasanya ikan tampak kemerah2an berdarah, atau muncul selaput putih, atau kapas atau bintik putih (white spot), dll. Khusus white spot, jika bintik putih ini tampak pada ikan dalam jumlah banyak, kemungkinan besar akuarium sudah tercemar dgn telur white spot, sehingga harus dikuras total dan dikeringkan, dan di set-up ulang lagi. Kebanyakan penyakti luar ini dapat diatasi dengan penggunaan garam dan metilin blue. Obat lain yg sering digunakan adalah elbayu (japanese yellow powder). Semuanya tersedia di toko ikan. Cara pengobatannya, selalu pindahkan ikan ke tempat karantina terlebih dahulu. Jangan mengobati ikan di akuarium utama, karena dapat membunuh bakteri dalam filter. Tempat karantina ini bisa berupa sebuah bak cuci pakaian, ember, akuarium kecil, dll.  Di sana, berilah air tua dan aerator. Masukkan ikan. Berilah garam ikan kualitas baik kira2 setengah kepal tangan untuk 10lt air. Tambahkan pula metilin blue (dapat dibeli dgn merk2 yg sudah ada berbentuk cairan, dapat pula dibeli dalam bentuk aslinya yakni bubuk) sampai air terlihat biru. Jika birunya pucat, berarti kurang. Jika birunya pekat, berarti terlalu banyak. Biarkan sampai sehari. Keesokan harinya, gantilah total air dalam bak karantina tsb. Ganti pula garam dan obatnya. Pastikan suhu air yg baru tidak terlalu beda jauh dgn air yg lama. Lakukan ini sampai 3 atau 4 hari hingga kondisi ikan pulih. Kebanyakan penyakit ikan koki adalah pada kategori ini.

Bagaimana kita mengetahui ikan sakit? Jika kita melihat ikan tidak nafsu makan, kita perlu waspada. Jika kita melihat ikan diam di pojok atau di atas air, itu tanda ikan sakit. Tanda lain yg kita perhatikan adalah ikan lebih banyak menutup sirip perutnya, malas berenang, insangnya tidak bergerak (menutup rapat) baik salah satu atau kedua2nya (kelihatan dari atas), berenangnya sempoyongan, atau kadang berenangnya hiperaktif menabrak2, dll. Jika muncul tanda2 itu, maka kita perlu segera mengkarantina ikan. Sebaiknya langsung gunakan garam dan met blue seperti yg telah disebutkan.

Sebenarnya penggunaan garam adalah teknik penting yg perlu dikuasai oleh penghobi koki. Dalam akuarium utama, beberapa ahli menyarankan memberikan 0.3% garam untuk pencegahan penyakit (berdasarkan berat). Kadar 0.3% itu adalah kadar yg efektif dalam menekan bakteri jahat dan kadar yg tidak merusak bakteri dalam filter biologis. Di atas kadar itu, bakteri dalam filter kitapun ikut mampus.

Penyakit yg lebih berat adalah penyakit dalam. Ini muncul dalam bentuk perut ikan bengkak, atau penyakit2 lain yg tidak kelihatan. Penyakit ini jarang, dan jika terjadi, agak sulit ditolong. Pengobatannya adalah dengan antibiotik, sama seperti yg dipakai oleh manusia. Tentu saja untuk ikan2 mahal kita selalu dapat meminta pertolongan dokter hewan.

Bagi pemula, disarankan untuk memelihara ikan koki dari jenis ryukin atau oranda terlebih dahulu, karena ikan2 ini dianggap lebih kuat dan lebih mudah ditangani, serta harganya pun tidak mahal. Ada ikan2 koki yg kurang baik untuk dipelihara bersama dgn koki jenis lain, seperti mutiara tikus, mata kantong dan celestial. Ikan2 ini cenderung kalah dalam bersaing merebut makanan, dan sering dijahili oleh ikan2 koki lainnya. Dengan meningkatnya daya apresiasi dan kemampuan penanganan, penghobi dapat mencoba ikan2 yg lebih mahal seperti ranchu sideview yg terkenal dgn lengkung punggungnya, atau jenis2 lain (termasuk ryukin dan oranda) dgn kualitas yg lebih tinggi. Jenis koki yg paling bergengsi adalah ranchu topview dan tosakin, yg menyandang gelar sebagai the king and the queen of goldfish, yg mana keindahannya harus dinikmati dari atas.

Kenikmatan memelihara ikan koki ada berbagai macam. Yg paling sederhana adalah memelihara dan tidak mati, sehingga keindahannya yg dapat menghilangkan stress itu dapat direguk sepenuhnya. Ada pula yg memiliki kebanggaan karena dapat mengkoleksi ikan2 berkualitas. Ada yg senang melengkapi segala jenisnya. Ada yg menikmati kegiatan memacu pertumbuhan ikan. Ada yg menikmati berkompetisi dalam kontes. Ada yg menyukai kegiatan breeding. Ada yg suka bereksperimen dgn pemeliharaan di kolam outdoor. Dan masih banyak lagi.  Inilah informasi2 sederhana tentang pemeliharaan ikan koki yg diperlukan oleh pemula. Banyak teman yg telah menerapkan cara2 ini merasa puas dengan hasilnya. Ikan kokinya tidak lagi gampang mati. Harapan saya, pengetahuan dasar ini akan membantu hobiis untuk lebih percaya diri dalam memelihara ikan koki. Dengan bertambahnya kepercayaan diri, maka dunia koki akan semakin ramai. Koki adalah ikan yg pendamai, diharapkan hobi koki ini berperan pula dalam menciptakan masyarakat yg lebih damai.

(Content last modified at 2012)

Standard
kehidupan dalam air

SEKILAS TENTANG TOPVIEW RANCHU

               Jika berbicara tentang TVR, sy pikir dua hal yang mendasar untuk diketahui adalah tentang apresiasi dan pemeliharaannya.

APRESIASI

               Berkenaan dengan apresiasi, kita sudah sering mendengar bahwa TVR dijuluki sebagai The King of Goldfish. Jadi TVR menempati prestise teratas dalam dunia ikan mas koki. Saya pikir itu sudah cukup untuk membuat banyak orang ingin tahu seperti apa sih ikan yang menyandang gelar bergengsi itu.

               Namun dalam kenyataannya, tidak jarang penghobi bingung ketika melihat ikan tersebut. Muncul pertanyaan seperti: apa bedanya TVR dengan SVR? Dimana letak indahnya? Ada ketidakmampuan mengapresiasi ikan yang notabene mahal ini.

               Yang harus dipahami adalah bahwa apresiasi TVR adalah sesuatu yang perlu dipelajari. Jadi ikan ini memang bukan jenis yang keindahannya gamblang bagi siapa saja. Hanya dengan semakin mempelajari, baru keindahannya akan semakin nampak dan perlahan-lahan lapis demi lapis kedalaman apresiasinya akan makin terbuka. Perlu juga dimengerti bahwa masalah apresiasi adalah masalah seni, jadi ada unsur preferensi / subyektivitas pula dalam menghayatinya. Tidak jarang informasi yang didapat seseorang tentang TVR dari berbagai sumber memiliki perbedaan. Ini dapat dipahami karena adanya masalah subyektivitas tadi, dan juga masalah ada di lapis mana pemahaman suatu sumber. Hal ini tidak perlu menjadi sumber konflik, melainkan dapat dianggap sebagai suatu perjalanan bersama. Kita perlu memaklumi bahwa perjalanan pembelajaran tiap orang ada di titik yang berbeda-beda.

               Secara umum, TVR adalah seekor ikan yang dinikmati dari atas. Orang biasa memeliharanya di bak atau kolam sehingga yang nampak adalah bagian atas dari seekor ikan. Jika ditanya apa bedanya dengan SVR, tentu jelas sekali bahwa apresiasinya berbeda. Mungkin TVR dan SVR sama-sama ranchu dan memiliki banyak kesamaan, tapi yang satu dilihat dari atas sedang yang lain dilihat dari samping. Perbedaan apresiasi ini saja sudah cukup untuk membuat kedua ikan ini memiliki kriteria-kriteria yang berbeda terkait keindahan yang ditonjolkan. Sebagai contoh, ekor yang baik adalah ekor yang dapat menampakkan seluruh penampangnya secara maksimal. Jika seekor dilihat dari atas, maka ekor yang baik adalah yang mekar ketika dilihat dari atas (atau agak datar sejajar dengan lantai). Namun tentu saja jika dilihat dari samping, ekor seperti itu tidak dapat menunjukkan keseluruhan ekornya dengan maksimal karena terlalu datar, sehingga menjadi tidak baik jika dilihat dari samping. Perbedaan apresiasi ini mendikte kedua kategori ranchu tersebut menjadi sangat berbeda.

               Pada dasarnya, fitur-fitur yang diapresiasi dalam TVR dapat dipecah menjadi 5 poin, yaitu:

  1. Kepala
  2. Bodi
  3. Ekor
  4. Aksesoris
  5. Gaya renang

Dalam apresiasi yang paling sederhana, kepala perlu berjambul, bodi perlu tebal, ekor perlu mekar, jika ada aksesoris akan lebih baik, dan gaya renang perlu bagus. Jika lebih diperinci lagi, maka aturannya menjadi makin rumit. Bentuk jambul yang sedang trend adalah tipe funtan (sering disebut dragonhead atau buffalo head). Dalam kategori jambul ini, ikan muda perlu memiliki jambul minimal saja di bagian topinya, dan minim / tidak berjambul dibagian kanan dan kiri kepala. Hanya funtan saja yang diharapkan sangat menonjol (Funtan = bagian jambul yang mencuat ke depan, di sebelah kanan dan kiri mulut). Kepala diharapkan berbentuk kotak, selebar mungkin dan sepanjang mungkin. Artinya, jarak antara kedua mata diharapkan sejauh mungkin, demikian juga jarak antara mata dan hidung. Mata harus simetris sejajar satu sama lain, dan tidak boleh tertutup jambul. Bodi diharapkan tebal dari punggung hingga ke pinggang. Perut diharapkan tidak keluar ke samping. Jadi jika ada garis imajiner yang memagari kanan dan kiri kepala, dan garis ini ditarik ke belakang, maka perut kanan kiri diharapkan tidak keluar dari garis tersebut. Bentuk dasar bodi TVR diharapkan seperti bentuk koin kuno Jepang (koin Koban). Ketebalannya diibaratkan seperti ketebalan seorang pegulat sumo. Perut dan ekor diharapkan sangat dekat. Ekor diharapkan mekar ketika ikan sedang diam, dan memiliki perpaduan antara kaku dan lentur ketika sedang berenang. (Hal ini mungkin tidak semua akan setuju dengan pemahaman saya, ada yang memilih ekor tetap mekar sempurna ketika berenang.) Ekor juga ada dalam kategori kecil namun nampak besar. (Tentu saja ada teman-teman yang lebih memilih ekor yang besar.) Ekor bagian tengah memiliki sedikit sudut sehingga berbentuk seperti spoiler sebuah mobil. Ekor diharapkan memiliki belah namun belahnya hanya seperempat atau setengah saja, sebaiknya belahnya tidak sampai mencapai pangkal ekor. Sisik diharapkan serapi mungkin. Oza, yaitu sisik-sisik di sekitar pangkal ekor (ada yang menyebutnya dgn istilah lain) diharapkan sangat banyak / besar. Sedangkan sisik semacam itu yang ada di bagian bawah ekor, yang disebut dengan ozara, diharapkan juga sebesar mungkin supaya dapat menopang kemekaran ekor dengan lebih baik. Jika ozara ini berbentuk hati, itu menjadi sebuah bonus yang menarik. Gaya berenang haruslah anggun, di mana ikan minim / tidak banyak menggerakkan kepala dan badannya, melainkan cukup dengan santai mengibaskan ekornya saja sudah bisa membuat ikan meluncur dengan baik. Gaya renang ini memberikan kesan santai, anggun, namun powerful.

Kiranya panduan singkat di atas dapat menjadi panduan bagi pemula TVR untuk memulai perjalanan pembelajarannya. Pengalaman saya dahulu sebagai pemula, mendapatkan informasi seperti ini sebenarnya kurang memadai. Sulit membayangkan apa yang dimaksud. Maka tidak ada jalan lain, pembelajaran yang paling baik adalah dengan banyak melihat, atau bahkan memelihara sendiri, sehingga dapat terus mengamati dan memahami. Dan tentunya panduan di atas tidaklah komprehensif apalagi mendalam. Masih banyak hal yang dapat dipelajari lebih lanjut tentang TVR, seperti tentang aerodinamika tubuh ikan, apresiasi kurva, pengetahuan tentang kategori usia ikan (tosai, nisai, oya), pengetahuan tentang istilah-istilah kontes, pengetahuan tentang breeder-breeder / garis keturunan (bloodline) yang populer, keragaman jenis kepala, apresiasi yang berbeda (Uno), tentang body size, tentang melihat bakat ikan, dll.

PEMELIHARAAN

               Jika bicara tentang pemeliharaan, pengertiannya ada dua. Pertama adalah mempertahankan supaya ikan tetap hidup. Kedua adalah membentuk ikan supaya mencapai potensi maksimalnya.

               Seringkali yang menjadi masalah bagi pemula adalah yang pertama. Akhirnya muncullah kesimpulan bahwa TVR mudah mati, mempertahankannya hidup saja sulit. Dan ini tentunya membuat orang kuatir. Bagaimana tidak kuatir jika membeli ikan mahal lantas mati? Memang mempertahankan ikan supaya tetap hidup adalah pintu pertama dalam memelihara tvr, tapi keasyikan utamanya bukan di sana. TVR disebut sebagai The Living Art. Ini berkaitan dengan pengertian yang kedua yaitu bagaimana menumbuhkan ikan supaya mencapai keindahan maksimalnya. Di sinilah seninya. Ibarat seorang pengrajin yang sedang membentuk tanah liat menjadi sebuah pot yang indah, memelihara TVR adalah seperti orang yang sedang membuat sebuah karya seni. Namun obyek yang dikerjakan bukanlah barang mati seperti tanah liat, melainkan makluk hidup. Dan waktunya bukanlah sesaat, melainkan berbulan-bulan, bahkan tahunan. Seekor TVR dipelihara oleh orang yang berbeda dapat menjadi berbeda hasilnya. Jika kita tidak bisa melewati tahap mempertahankan hidup TVR, maka kita tidak dapat masuk ke dalam level selanjutnya ini.

               Nah, apakah benar TVR mudah mati? Saya ingin mengulasnya melalui ilustrasi berikut:

               Ketika seorang teman yang tinggal di Amerika datang berkunjung ke Indonesia, saya mengajaknya makan soto di pinggir jalan. Malam itu juga ia sakit perut dan diare selama berhari-hari. Hal seperti ini sering dialami oleh orang Amerika yang datang ke Indonesia. Apakah saya dapat mengatakan bahwa orang Amerika itu mudah sakit? Tentu tidak. Teman saya itu, selama dia di Amerika, tidak mudah sakit. Lantas mengapa ketika datang ke Indonesia dia mengalami diare? Yang sebenarnya terjadi adalah perbedaan lingkungan (dan standar kebersihan) di dua negara tersebut menyebabkan teman saya itu tidak tahan ketika makan sembarangan di Indonesia. Hal ini dapat disiasati dengan menjaga diri dari makan sembarangan ketika baru datang, menjaga stamina tubuh dengan vitamin-vitamin, dan segera melakukan pengobatan ketika mulai tidak enak badan. Dengan berjalannya waktu, daya tahan tubuhnya mulai beradaptasi dengan kondisi yang baru, dan ia dapat mulai mencoba makan soto, rujak, dan makanan enak lainnya.

               Demikian juga dengan TVR. Ikan ini biasanya dipelihara di bak dengan sistem kuras. TVR sejak lahir tidak pernah dikenalkan dengan sistem filter biologis. Ia tidak terbiasa hidup bersama bakteri, meskipun itu bakteri baik yang ada di filter. Ia juga tidak dipelihara bercampur dengan ikan lain. Jadi pemeliharaannya berbeda dengan umumnya orang memelihara ikan mas koki jenis lainnya. Jika kita naif, membeli TVR lalu memeliharanya di kolam dengan filter biologis seperti memelihara ikan koki umumnya, maka TVR itu akan tiba-tiba dibombardir dengan bacterial load yang tinggi, dan daya tahan tubuhnya tidak kuat menerima itu, ia pun mati. Seorang dealer koi yang saya kenal pernah mendatangkan wakin dan TVR dari Jepang. Dengan pengalamannya mendatangkan dan mengkarantina koi, ia dengan percaya diri mengkarantina ikan-ikan koki itu layaknya koi. Alhasil, wakinnya bertahan hidup, namun TVR nya musnah. Kejadian-kejadian yang dilandasi oleh ketidakmengertian seperti inilah yang menimbulkan kesan bahwa TVR itu mudah mati. Mungkin yang lebih tepat adalah TVR membutuhkan cara khusus untuk karantina dan melakukan penyesuaian terhadap kondisi di Indonesia.

               Jadi pengetahuan tentang karantina, dan cara menyesuaikan dengan kondisi yang baru, termasuk juga cara mengenali ikan sakit dan mengobatinya, adalah sangat penting untuk dimiliki terlebih dahulu. Hal-hal ini dapat disebut sebagai prerequisite sebelum seseorang bisa memelihara TVR. Namun pengetahuan yang dibutuhkan sebenarnya bukanlah pengetahuan yang advance. Cukup pengetahuan yang sederhana saja, yang harus dijalankan dengan disiplin yang ketat.

               Tadi saya menyebutkan sebuah faktor beresiko yaitu penggunaan filter biologis untuk TVR yang baru datang. Ada banyak lagi faktor yang beresiko, dan sangat baik bagi penghobi untuk mengetahuinya. Ketika kita tahu faktor-faktor apa saja yang beresiko, maka dalam masa karantina, kita cukup menghilangkan semua faktor itu, niscaya TVR akan jauh lebih tinggi kemungkinan hidupnya. Setelah masa karantina, jika kita hendak memperkenalkan beberapa faktor tersebut demi pembentukan ikan (grooming), maka kita dapat menerapkan strategi memperkenalkan faktor-faktor tersebut satu per satu sembari memantau kesehatan ikan dengan teliti. Jika ada tanda-tanda sakit, jangan lengah atau menunda, langsung karantina lagi dan diobati dari awal. Seringkali penghobi tidak waspada dan ikan sudah sakit parah hingga tidak terselamatkan. Dengan disiplin karantina dan strategi penyesuaian ini, maka perlahan tapi pasti TVR akan dapat hidup sesuai dengan kondisi yang kita inginkan. Pengalaman saya pribadi, saya pernah membuat adaptasi ini hingga tahap TVR mampu hidup nyaman di filter biologis bercampur dengan ikan koki jenis lain, di kolam yang kena panas dan hujan, dan mengkonsumsi pakan alami. Tapi kini, saya merasa adaptasi sampai tahap ini sebenarnya tidak diperlukan.

               Faktor-faktor yang beresiko tersebut adalah: filter biologis, pakan hidup / pakan beku, ikan lain, tanaman, air hujan, panas sinar matahari, lumut, suhu air yang berbeda dgn suhu daerah asal, dan parameter air yang berbeda (contohnya, air sumur), peralatan bekas, dll.

               Cara saya melakukan karantina sederhana saja. Sy menghilangkan semua faktor-faktor beresiko itu dengan mengkarantina ikan di bak tanpa filter biologis. Saya hanya menggunakan aerasi saja. Jika tidak yakin bahwa selang dan batu aerasi kita steril, maka gunakan yang baru. Demikian juga dengan bak, jika tidak yakin steril, maka dapat disterilkan dulu, misalnya dengan kaporit. Saya biasanya tidak sampai melakukan hal-hal tersebut. Bak karantina sy letakkan di tempat yang teduh, tidak terkena sinar matahari langsung maupun air hujan. Pakan alami adalah absolutely no. Saya memberikan pakan pelet dalam jumlah sedikit saja supaya tidak merusak kualitas air. Saya menggunakan air pdam yang telah melalui dua tandon, jadi setara dengan air yang telah diendapkan. Obat-obatan yang saya gunakan adalah garam dan methylene blue. Tentunya ada teman yang menyarankan untuk tidak menggunakan obat sama sekali, ada yang menyarankan cukup garam saja, dan ada yang menyarankan menggunakan obat-obatan canggih lainnya. Tidak masalah. Saya akan mengkarantina TVR seperti ini selama minimal 5 hari tanpa melakukan penggantian air. Jika ikan nampak sehat, maka saya akan melakukan penggantian sebagian air dengan air yang baru. Demikian selama beberapa hari ke depan sampai akhirnya saya melakukan penggantian air total. Di tahap ini ikan sudah dapat dikata selesai masa karantina. Jika kondisi yang relatif bebas resiko ini terus dipertahankan, maka mempertahankan TVR tetap hidup bukanlah sebuah masalah.

               Tahap selanjutnya adalah tahap adaptasi di mana kita memperkenalkan faktor-faktor yang beresiko. Ini adalah tahap yang riskan dan perlu dipantau dengan ketat. Bagi saya, karena saya memang tidak berencana memelihara TVR di filter biologis atau mencampurnya dengan ikan lain, maka faktor beresiko yang saya perkenalkan adalah pakan hidup saja, yaitu frozen bloodworm.

               Berkaitan dengan masalah grooming, tentunya banyak hal yang dapat dipelajari. Tujuan dari grooming adalah memaksimalkan potensi pertumbuhan seekor ikan. Saya tidak akan mengulas secara lengkap, namun akan memberikan beberapa tips yang dapat dicoba. Secara sederhana yang paling dasar untuk dimaksimalkan adalah pertumbuhan ketebalan pinggang dan kepalanya. Jika terlambat, maka akan lebih sulit menumbuhkannya. Bagaimana menumbuhkan ketebalan pinggang? Yaitu dengan membuat ikan terus aktif bergerak. Ini menjadi semacam fitnes bagi ikan. Dengan ia terus berenang, maka otot-otot pinggangnya terus dilatih dan diharapkan akan menjadi tebal. Bagaimana caranya? Sangat bervariasi dan tentu saja terbuka pada inovasi baru. Bagaimana menumbuhkan funtan? Pakan tentu sangat berpengaruh. Ada yang mengandalkan pemberian kutu air sejak kecil, ada yang mengatakan cacing darah adalah mutlak bagi pertumbuhan kepala TVR. Kita mungkin sering mendengar bahwa orang memelihara TVR tanpa dikuras selama beberapa hari untuk kemudian dikuras total. Logika dibalik cara ini adalah bahwa air kotor (selama beberapa hari tidak dikuras) akan membantu menumbuhkan jambul, sedang air baru (ketika dikuras) akan membantu menumbuhkan size. Jadi penghobi dapat bereksperimen dengan hal ini untuk memaksimalkan potensi ikannya. TVR tidak membutuhkan air yang tinggi dalam pemeliharaannya, karena ia diharapkan berenang hilir mudik, bukan berenang naik turun. Namun air tidak boleh terlalu rendah juga sehingga membuat ikan terpenjara. Cukuplah ada ruang di atas dan di bawah ikan untuk ikan berenang dengan normal. Luas wadah perlu disesuaikan dengan besar ikan. Wadah yang cukup luas akan memberi ruang bagi ikan untuk terus bergerak. Namun wadah yang terlalu luas dapat berdampak negatif pada kemekaran ekor ikan. Tentu saja tiap orang dapat memiliki cara grooming yang berbeda-beda. Dan semua ini adalah merupakan sebuah seni. Menumbuhkan potensi maksimal seekor TVR adalah sebuah seni.

Demikian sekilas yang dapat saya sampaikan. Kiranya dapat wet the appetite untuk teman-teman mempelajari lebih dalam dan mencoba memelihara TVR.

Standard
kehidupan dalam air

Towards My Line

               Ada sesuatu yang sedang berubah dalam diriku.

               Sulit mendeskripsikannya.

               Mungkin begini: dulu aku tau, sekarang aku TAU; dulu aku mengerti, sekarang aku MENGERTI. Ada hal-hal yang dari dulu aku sudah tau, tapi mengapa sekarang aku kembali pada pengetauan itu tapi secara berbeda? Ada suara dalam diri yang mengatakan: dulu kamu tau, tapi sebenarnya kamu belum tau; sekarang baru kamu tau.

               Membingungkan?

               Dalam memelihara ikan, dari dulu aku tau bahwa para master memiliki line mereka sendiri. Ikan-ikan mereka memiliki tanda tangan mereka: seragam dalam keunikannya. Itu menjadi idealisme para breeder. Aku sudah tahu itu belasan tahun, dan sering pula menyampaikan aspirasi itu kepada teman-teman sesama penghobi. Tapi sekarang aku sadar, sebenarnya aku tidak tahu apa-apa tentang itu.

               Kalau ditanya, seperti apakah line ikan-ikanku? Maka aku akan menjawab tidak punya. Mungkin ada teman-teman yang mengatakan line ku seperti ini atau seperti itu. Tapi mereka keliru, karena ikan-ikanku terus berubah dari tahun ke tahun. Ada keinginan tertentu, maka aku mencoba mencetaknya. Ada ikan lain yang memiliki fitur menarik di pasar, maka aku mencoba menyuntikkan fitur itu ke ikan-ikanku. Dan ini tidak hanya sekali dua kali. Fitur-fitur unik yang berbeda-beda itu melimpah dalam dunia ikan koki. Aku terus bereksperimen dengan mereka sesuka hatiku. Akibatnya, aku konsisten berubah terus.

               Tapi di tahun ke dua puluh satu kegiatan breedingku ini, aku sampai pada suatu kesadaran tertentu. Seperti pengelana yang akhirnya memilih untuk menetap “settle” di suatu tempat, demikian petualanganku dengan fitur-fitur ikan mulai mereda. Setidaknya, dalam jenis Oranda, aku mulai melihat bakal line-ku seperti apa. Gambaran itu makin lama makin jelas.

               Aku sampai pada kesadaran bahwa “establishing a line” itu berarti tidak lagi mendua hati. Ibarat seseorang yang berjumpa dengan banyak wanita mengagumkan. Ada wanita yang fitur utamanya adalah kecantikannya. Dan harus kukatakan, kecantikan itu pun sangat bervariasi. Ada wanita yang daya tarik utamanya adalah intelektualitasnya. Meski tidak semua menghargai itu, bahkan banyak pria yang merasa takut pada fitur itu. Ada wanita yang begitu baik hatinya; ada pula wanita pekerja yang begitu berwibawa dan berprestasi; dan banyak lagi. Pemuda ini mengagumi semua keunikan-keunikan itu dan tidak dapat memutuskan mana yang akan dipujanya. Bahkan mungkin setelah menikahi seorang dari mereka pun, ia belum sepenuhnya yakin bahwa ia sudah memilih dengan tepat. Tapi, setelah bertahun-tahun menikah, di titik kesadaran tertentu, barulah ia mantap hati. Ketika hatinya sudah mantap, ia tidak lagi mendua hati. Benar, masih tetap banyak keutamaan di luar sana yang menarik. Tapi tidak mendua hati berarti memilih satu orang wanita untuk ditaruh di dalam hatinya, dan sudah tidak lagi peduli kepada yang lain. Demikian juga dengan membangun line ikan koki.

               Aku tidak tahu, mengapa line yang muncul pertama secara jelas dalam diriku justru Oranda. Dulu waktu kecil aku pernah terkesima dengan seekor Oranda yang aku beli di pasar. Warnanya merah putih, namun merahnya sangat merah dan putihnya sangat bersih. Tapi tidak lama aku yang waktu itu masih kecil memeliharanya, ikan itu mati. Dan aku tidak pernah menjumpai oranda seindah itu lagi di masa mudaku. Ketika aku memulai hobi breeding, Oranda adalah ikan yang paling tidak favorit bagiku. Bentuknya yang berjambul mengingatkanku pada tante-tante dengan rambut disanggul tinggi sewaktu ke pesta. Terlihat berlebihan berdandan. Aku tidak suka. Namun sejak aku diajak seorang teman untuk menulis buku tentang apresiasi ikan koki, aku belajar banyak darinya tentang apresiasi Oranda. Jangan melihat Oranda sebagai tante yang sedang berangkat ke pesta. Jangan juga melihat Oranda sebagai badut yang lucu. Bukan, Oranda bukan itu. Oranda adalah seorang raja yang berwibawa. Jambul itu bukan rambut yang disanggul, atau topi seorang badut, melainkan mahkota seorang raja! Pandanganku tentang Oranda mulai berubah sejak itu. Jujur dahulu aku tidak mau memelihara Oranda. Aku akhirnya memelihara Oranda hanya untuk membuat sesi foto sebagai ilustrasi buku tersebut. Tapi makin lama memelihara makin aku bisa melihat keindahannya.

               Ada Oranda line si A, ada pula line si B. Ada Oranda yang berjambul goosehead, ada yang tipe lionhead, dan segudang tipe lagi. Ada yang short body, medium, hingga long body. Ada bentuk tubuh yang langsing hingga yang lebar. Belum lagi berbicara tentang berbagai jenis ekornya. Sangat bervariasi. Dan runyamnya, aku bisa mengapresiasi keragaman itu, hingga tidak bisa memiliki line-ku sendiri. Tapi kini, setelah 20 tahun breeding, mulai jelas bagiku idealisme Oranda mana yang kupilih untuk menjadi line-ku. Dan itu berarti aku harus merelakan keindahan-keindahan yang lain.

               Tentu saja aku tidak ingin sama dengan line teman-temanku yang sudah establish. Untuk masalah bentuk aku akan mengadopsi line tertentu, dengan sedikit modifikasi bentuk, tapi dengan modifikasi besar pada warna. Line Oranda ku adalah blue oranda, brown oranda, purple oranda dan yellow oranda dengan bentuk seperti foto di atas.

               Tidak lagi mendua hati terdengar seperti sebuah prinsip yang sederhana. Tapi tidak mudah mencapainya. Ini masih sekedar masalah ikan, belum lagi masalah menerapkannya dalam kehidupan.

               “Establishing a Line” juga berarti menerima kelebihan dan kekurangan ikan itu. Tidak ada ikan yang sempurna. Mungkin sempurna di fitur tertentu, tapi di fitur yang lain ia tidak seindah ikan orang lain. Mungkin juga fitur dalam line yang sedang dikembangkan ini bukan fitur yang sedang naik daun. Tapi, hati yang tidak mendua juga adalah hati yang bisa menerima. Ia sempurna di mata breedernya, sempurna dalam kelebihan dan kekurangannya. Apa kata orang tidak lagi menggoyahkannya, apalagi menyinggung hatinya. Ia puas.

               Tidak berarti breeder itu tidak akan melakukan perbaikan apa-apa lagi. Perbaikan tetap dilakukan. Variasi juga tetap dikembangkan. Namun pergumulan akan garis besar utamanya sudah selesai. Sama seperti seorang suami yang sudah menerima istrinya apa adanya juga masih kadang bertengkar atau mengkritik, tapi itu bukan lagi hal besar.

               Itulah yang kini kulihat tentang membangun sebuah line yang dahulu tidak kulihat.

               Dalam kategori Oranda, aku makin jelas, dan aku masih butuh mungkin dua tahun untuk sampai pada angan-angan tersebut. Dalam ranchu, aku masih belum menemukannya. Dalam tahun-tahun mendatang mungkin ranchu ku masih akan sangat bervariasi dan tidak dapat disebut sebagai sebuah line yang solid. Aku masih perlu “njajan” hingga menemukan tambatan hati.

Ya, tidak apa-apa. Satu per satu saja. Dijalani dan dinikmati saja.

Hermanto 26 Januari 2020

Standard
kehidupan dalam air

Beningnya Batin

Itu pertama kali aku jatuh cinta pada kehidupan di dalam air!

               Pamanku, yang waktu itu masih muda, punya piaraan baru. Ia mengajakku datang melihat-lihat piaraannya itu. Di lorong sempit yang dia jadikan taman itu, aku melihat sebuah jedingan bekas copotan dari kamar mandi yang dijadikannya tempat memelihara ikan. Wadah dari semen itu sebenarnya kecil saja, tapi bagiku yang belum genap berusia sepuluh tahun, jedingan itu terasa besar sekali. Aku melongok ke dalamnya dan tiba-tiba aku menemukan sebuah dunia lain. Sebuah dunia yang begitu bening! Aku bisa melihat pasir hitam yang ada di dasarnya. Ikan-ikan kecil beraneka jenis sibuk berenang di antara beragam tanaman air yang ada di dunia lain itu. Ada yang berkejar-kejaran, ada yang sibuk mencari makan di sela-sela daun atau di dasar, dan ada pula yang bersembunyi di balik bebatuan mungkin sedang bermain petak umpet dengan temannya. Seakan ikan-ikan itu tidak peduli pada kisah dan keluh kesah dunia manusia. Mereka punya kisah mereka sendiri. Berbagai perasaan berkecamuk dalam jiwa kecilku. Aku belum pernah merasakan kesegaran seperti ini. Pada saat itulah, aku jatuh cinta pada kebeningan itu.

               Aku belum mengerti tentang ikan pada waktu itu. Bahkan aku sempat menanyakan ini ikan air laut atau air tawar. Pertanyaan yang bodoh, mana mungkin guppy, neon, dan platy dipiara di air laut! Aku ingat pamanku menangkap seekor ikan gepeng transparan untuk ditunjukkan padaku. Namanya ikan kaca, katanya. Ikan tersebut bening seperti kaca, sehingga kelihatan tulang-tulang badannya. Tidak ada ikan koki di sana. Perjalananku sampai mencintai ikan koki masih panjang.

               Singkat cerita, setelah aku lulus kuliah, aku tinggal di surabaya. Orang tuaku membelikanku sebuah rumah. Aku beruntung memiliki seorang ayah yang merasa kewajibannya baru selesai jika sudah menyediakan sebuah usaha lengkap dengan modalnya dan sebuah rumah bagi anak2nya. Aku bersyukur mendapatkan rumah itu, tapi aku tetap mengajukan syarat. Aku minta ada kolam di rumah itu. Ayahku mengerti. Dari kecil aku selalu minta seperti itu. Dahulu sepulang dari rumah pamanku pada pengalaman pertama jatuh cinta pada dunia dalam air, aku minta dibelikan ikan. Akhirnya, ketika penjual ikan pikulan lewat, aku dibelikan. Piara di mana? Di ember seadanya. Tak berapa lama ikan tersebut mati. Lalu suatu kali aku pulang dari gereja melewati pasar Splendid di Malang di mana orang menjual ikan berjajar-jajar. Di sana aku melihat ikan-ikan yang lucu dengan warna dan sirip yang menarik! Aku bertanya, ikan apa itu? Oh, itu ikan mas koki, kata penjualnya. Lucu sekali! Aku pulang dengan tidak bisa tidur nyenyak karena memikirkan ikan-ikan tersebut. Maka dimulailah perjalanan cintaku dengan ikan mas koki. Lambat laun, melihat aku suka memelihara ikan, papaku membelikanku sebuah aquarium kecil, yang karena tidak ada raknya, ditaruh di lantai. Aku suka tidur di lantai di depan aquarium itu sambil memandangi ikan-ikan mas kokiku. Aku rajin mengurasnya, bahkan pernah membuat ayahku marah karena aku memilih malam-malam menguras aquarium ketimbang belajar untuk ulangan sekolah besok.

kenangan ikan mas koki mutiara masa kecilku

Aquarium kecil, berubah menjadi aquarium besar. Semua pekerjaan menguras aku kerjakan sendiri. Aku ingat ikan favoritku adalah mutiara ekor panjang yang pernah kulukis. Sampai sekarang kental sekali ingatanku akan ikan itu. Aku juga pernah punya oranda yang warna merah dan putihnya cemerlang sekali! Entah pikiranku yang membesar-besarkan keindahannya atau memang ikan seperti itu pernah ada, sampai sekarang aku jarang melihat warna seindah itu. Padahal belinya di pasar ikan murah-murah. Ketika ayahku mendapat rejeki dalam bisnisnya dan bisa membangun rumah baru, ia membuatkan sebuah kolam untukku. Itulah pertama kalinya aku punya kolam sendiri. Waktu itu aku belum mengerti tentang filter, jadi kolam itu tidak memiliki filter sama sekali. Dan setelah aku lulus kuliah, bekerja di Surabaya, diberi hadiah sebuah rumah, aku pun membuat sebuah kolam juga di rumah baruku. Agaknya aku tidak bisa hidup tanpa kehadiran sebuah kolam.

               Namun aku mengalami masalah.

               Kolamku keruh. Sekeruh pikiranku pada saat itu.

               Sudah kuupayakan segala cara yang aku bisa, tetap saja demikian. Aku sampai merasa putus asa. Setelah aku kuras, beberapa hari kemudian keruh lagi. Apakah ikan koki tidak boleh dicampur dengan ikan manfish? Rasanya bukan karena itu. Tiap hari aku lihat, apakah debu-debunya sudah mengendap dan kolamku sudah menjadi bening, tapi tak kunjung bening juga.

               Kebetulan pada saat itu aku baru lulus kuliah. Ketika aku melihat masa depanku, aku tidak bisa melihat apa-apa. Keruh. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan dalam hidup ini. Aku tidak tahu bisnis yang diwariskan oleh ayahku ini apakah bisnis yang tepat untukku. Aku tidak tahu apakah pacarku ini calon istri yang tepat untukku. Aku tidak tahu! Aku tidak tahu! Semua terasa begitu keruh! Aku berusaha menenangkan diriku. Aku mencoba mengendapkan semua debu pemikiran itu dalam batinku. Tapi dalam ziarah ke dalam itu, aku hanya menemukan sebuah kolam butek. Bertahun-tahun aku dalam kondisi seperti itu. Oh, betapa inginnya aku lari mencari kolam jedingan yang kulihat di masa kecilku itu dan duduk menikmati kebeningannya lagi! Mungkin dengan begitu semua kekeruhan dalam batinku akan berangsur-angsur menjadi jernih. Mungkinkah kekeruhan hatiku membuat kolamku tidak bisa bening?

               Aku terus berdoa. Aku terus memohon. Aku meminta batin yang bening dan pikiran yang jernih. Aku ingin dibebaskan dari rasa keruh hati ini. Aku pegang ayat yang mengatakan bahwa kebenaran akan membebaskan. Maka aku membaca banyak buku, mengikuti banyak seminar, dengan harapan bahwa aku akan menemukan kebenaran itu. Capek sekali hidup dalam kondisi keruh batin!

               Suatu saat aku browse internet, yang mana itu masih sebuah luxury di jaman itu. Aku menemukan artikel tentang sistem filter yang menirukan filtrasi di alam. Aku sangat tertarik. Dan aku mulai menerapkannya. Alhasil, kolamku pun menjadi bening! Aku harap ada suatu sistem atau cara seperti itu yang bisa kulakukan dan membuat batinku pun menjadi bening.

               Dalam kehidupan pribadiku, aku belajar untuk jujur pada diri sendiri. Aku menuliskan pikiran-pikiranku, perasaanku, dan apa saja yang ada dalam diriku dalam berlembar-lembar kertas dan berhalaman-halaman microsoft word. Aku harap ini membantuku menjernihkan pikiranku. Setiap akhir tahun aku melakukan tulisan refleksi atas diriku sendiri, dan membuat rencana-rencana pribadi. Dan seiring dengan perjalanan waktu, banyak hal menjadi jelas bagiku. Sekarang, meski pikiran dan batinku belum sejernih dan sebening kristal, namun sudah banyak bagiannya yang menjadi terang. Dan aku bersyukur untuk itu. Sampai tahap tertentu, aku telah menemukan kebebasan jiwa.

               Batin yang bening. Ada yang peduli?

Hermanto 22 Mei 2018

Standard
kehidupan dalam air

Beli Ikan

Sewaktu kecil, ketika uang jajan pas-pasan, mampir ke toko ikan dengan perasaan minder. Ikannya bagus-bagus, tapi duit di kantong tidak memadai. Apa daya. Jadi saya lebih banyak ke toko ikan untuk berkunjung saja, melihat-lihat, tapi tidak beli. Untung pemilik toko ikan di Jl Bangka, Malang, waktu itu sabar. Orang dipersilahkan datang, minim tegur sapa, dan tidak beli pun tidak apa-apa.

Saya juga pernah menjadi pembeli yang aneh. Di sebuah toko ikan yang lain, yang sekarang sudah tutup, saya melihat burayak ikan koki ditaruh di aquarium di sebuah rak bagian bawah. Ikan koki di toko itu mahal-mahal, jadi sebagai seorang bocah yang naif, saya berpikir burayak-burayak itu pastilah akan menjadi ikan yang bagus. Karena itu saya berniat membelinya dengan penuh harap harganya tidak mahal. Tapi sang pemilik toko mengatakan itu tidak dijual. Dia tidak tahu burayak 1 cm mau dihargai berapa. Tapi sy terus menerus merayu dia. Saya yang membuka harga. Saya berikan uang jajan saya seminggu untuk membeli 1 ekor burayak tersebut. Mungkin karena merasa terganggu, akhirnya ia menjual satu ekor burayak koki kepada saya, anak kecil yang rewel ini. Saya senang sekali. Burayak itu saya taruh kolam bersama koki2 saya yang lain. Besoknya, burayak itu sudah lenyap.

Ketika saya dewasa dan memulai karir di Surabaya, saya kembali mulai berburu ikan mas koki. Saya mencarinya di iklan jitu koran Jawa Pos. Mendatangi rumah-rumah pedagang sambilan itu membuat hati deg-deg an juga. Harga ikannya mahal-mahal. Dan saya merasa dinilai oleh penjualnya, orang ini punya uang atau tidak. Jika saya memberi kesan tidak mampu beli, sikap mereka menjadi ketus. Biasanya saya tidak datang lagi ke tempat mereka. Hanya kepada penjual yang saya merasa cocok, yang enak diajak ngobrol dan tidak menghakimi, saya bisa menjadi langganan.

Akhirnya itu menjadi kebiasaan saya dalam bertransaksi. Kalau merasa tidak cocok dengan karakter seorang penjual, ya sudah, diam-diam saja menjauh. Saya pikir saya tidak rugi apa-apa. Malah penjual itu yang rugi karena kehilangan calon pembeli masa depan.

Calon pembeli masa depan? Iya. Bukankah kondisi selalu berubah? Seseorang yang hari ini tidak mampu beli ikan, suatu saat bisa jadi mampu. Jika penjual sudah mengusirnya pada waktu dia tidak mampu, bukankah berarti ia sedang menutup masa depannya dari rejeki? Tapi meski seseorang berkelakuan aneh (seperti saya waktu kecil) atau tidak mampu beli saat ini (seperti sy juga dulu) namun tetap dilayani dengan baik, tetap dimaklumi, tetap dijadikan kawan, suatu saat mungkin ia bakal beli, atau menjadi customer besar.

Hanya sekali saya marah. Waktu itu ikan yang saya ingin beli, dikatakan tidak lagi dijual. Tapi jika saya benar-benar menginginkan, maka akan dipertimbangkan untuk dijual. Kesan saya waktu itu, saya disuruh mengemis-ngemis dahulu untuk diijinkan membeli ikan itu. Saya marah besar. Dalam bahasa Jawa saya berteriak “ga tuku iwakmu ga patek-en.” Tapi dalam hati saja saya mengatakannya. Yang pasti, saya putus hubungan dengan penjual itu untuk seterusnya.

Ketika saya makin menekuni breeding, mau tak mau saya harus menjual ikan saya juga. Kalau terlalu banyak, mau diapakan lagi selain dijual? Jadi saya juga berada dalam posisi sebagai penjual. Memang pengalaman sebagai pembeli itu membekas dalam hati. Saya tidak ingin memperlakukan pembeli seperti saya diperlakukan oleh penjual-penjual yang ketus dan sok. Saya merasa calon pembeli berhak mendapat informasi sejelas-jelasnya tentang ikan yang mau dibeli. Calon pembeli juga berhak untuk tidak cocok / tidak jadi membeli. Yang pasti, saya akan melayani mereka dengan ramah. Jika mereka tidak membeli sekarang, mereka tetap adalah calon pembeli saya di masa depan. Mengapa saya harus menutup pintu masa depan saya hanya karena mereka berlaku aneh atau tidak jadi membeli?

Selama suatu transaksi belum deal, maka tidak ada ikatan. Namun jika sudah deal, meski sebatas ucapan, maka itu harus dipegang. Selama belum deal, tidak ada wanprestasi. Tapi jika sudah deal dan tidak ditepati, itu barulah wanprestasi. Sudah janji membayar, tapi tidak kunjung membayar. Sudah memenangkan lelang, tapi membatalkan. Itu wanprestasi. Bisa di blacklist. Tapi bisa juga dimaklumi. Siapa tahu ada sesuatu dibalik itu. Siapa tahu suatu saat yang bersangkutan berubah dan menjadi customer masa depan. Bukankah rejeki di tangan Tuhan? Kalau Tuhan belum memberikannya sekarang, dan kita marah-marah kepada calon customer tersebut, yang rugi masih tetap kita. Rugi perasaan, setidaknya. Lebih baik untuk melupakan dan move on, menjajaki calon pembeli selanjutnya ketimbang tinggal dalam kubangan pikiran penuh emosi itu.

Dalam pertarungan pedang antara Miyamoto Musashi melawan Sasaki Kojiro, Kojiro mencabut pedangnya dan membuang sarung pedangnya ke pasir. Melihat tindakan itu, Musashi sudah tahu bahwa Kojiro bakal kalah. Mengapa? Karena ia sudah mengenakan attitude orang kalah. Dari mana Musashi menyimpulkan hal itu? Karena Kojiro membuang sarung pedangnya. Itu berarti di bawah sadarnya ia tidak berpikir untuk dapat menyimpan pedangnya kembali. Pikirannya sudah kalah sebelum benar-benar bertarung. Dan benar, Kojiro pun terkapar berlumuran darah di pantai itu. Sekarat. Saya berpikir, penjual yang sudah meragukan calon pembelinya di awal adalah seperti Sasaki Kojiro yang sudah membuang sarung pedangnya di awal. Bukan pikiran pemenang.

Hermanto

23 September 2020

Standard
English Translation Essays

The Passion to Create (English Translation)

The words from that book continue to captivate my mind.

“To wake up every morning with the passion to create!”

I take a deep breath. To wake up in the morning was not an easy task. I remember how unpleasant it was when I was a kid and was awakened by my father turning on his radio aloud. I still wanted to sleep for a little while. That blanket felt so comfortable, I did not want to part with it for the rest of my life. “It is time to take a bath!” Ouch, the water was cold in Malang city at that time, especially in such a morning. Imagining the cold water made me tremble. No! I was not passionate to wake up in the morning!

               It takes me decades to find that passion. At 5.00 am every morning, no matter the alarm rings or not, I will certainly wake up. And my mind will automatically running like a car engine being started in the morning. “Which fish will lay eggs today?” I will get up from my bed while my wife is still fast asleep, I will go to my ponds, and in the dim of dawn I take a peek silently at my ponds to see which fishes at which ponds are mating. Yes, I love to breed goldfish, and I have a lot of ponds to do that. No time to be lazy in bed every morning. There is no desire to sleep a little more even when I sleep late last night. I have to take care of these fishes with their eggs. I never even think about passion. But, that is passion!

               What makes you passionate this morning?

               Returning from my ponds, I wake my children up. They have to go to school. I can see the reluctance in their faces. I tell them,”The first thing you need to do when you wake up in the morning is … not to brush your teeth, not to tidy your blanket, … but to smile!” And they grin impassionately. Do not resemble a smile at all. But I understand. It is I who smile in my heart. Was not I like them before?

               The book I read about talks about humans being created to mimic their Creator. The cool terminology is the Imago Dei. Then, what can be mimicked? The first thing a Creator did was … obviously, to create. So, if a person wants to mimic his Creator, he can involve himself in the act of creating. As you wake up, think, what can you create today? That is roughly the book’s train of thought. Humans find their passion when they put themselves in line with their Creator’s purpose.

               In my opinion, this is cool.

               Well, there are discussions concerning the meaning of “to create,” what are the differences between to create and to make, and so on. I do not care. I think more about how to live it out. I would like to wake up every morning with the passion to create!

               But, to create what?

               I am not a musician. It is impossible for me to create a song. I am not a scientist. To build a new rocket is not in my capability. Maybe if I were a factory owner, I could think of new products I could create. Too bad I do not have a factory. What, then, can I create?

               Can to bring to life new goldfish variants be considered as to create? I likes to crossbreed goldfish to bring out new colors. My recently finished project is the Panda Ranchu, a rare breed which took me more than five years to complete. I also creates Ranchu with black and brown pattern, a hard to find color! My newest project is to create the Yellow Oranda, it is still on progress. I enjoyed these processes much, though they took years of my time. If this breeding activitiy can be considered as the act of creating, then I am lucky to be able to wake up every morning and think about them passionately, however insignificant this is compared to finding new vaccines or creating Picasso’s masterpieces.

               But how if someone does not even have any material like a goldfish to create? Does it mean he cannot wake up every morning with the passion to create? Will the professionals not in the field of research be discriminated from this sublime passion? I don’t think so. There are many things even more essential that can be created out of nothing. One of them is … to create the happiness of the people around us.

               To wake up every morning with the passion to create happiness! This everybody can do. This is as easy as to wake up every morning with the commitment to smile and greet every person I meet today. Or to wake up with the commitment to make my spouse happy today. Does not need large amount of capital! You just need a smile, or a hand. A hand? Yes, a hand to massage your wife, or to make a cup of hot tea! Or to wake up each morning with the passion to be a solution at office, or to spread positive ideas on the social media! Is it not a happy thought, with a bit of fairy dust, will make us fly?

               My wife loves to sell. She sells anything. Every morning, what makes her passionate is to think what to sell today. Does selling fruits have any connection with to create? I think so. Selling fruits is part of creating a culture of eating healthy, which in turn will create a healthier society, which is in the heart of God. Cool, right? So I tell my wife, sell whatever you want to sell today, except my heart!

               Wish you a passionate creating!

Hermanto

17 Mei 2018

Standard
kehidupan dalam air

Gairah untuk Mencipta

Kalimat yang kubaca dari buku itu terus menawan pikiranku.

“Bangun pagi setiap hari dengan gairah untuk mencipta!”

Aku menghela nafas. Bangun pagi adalah urusan yang gampang-gampang sulit. Aku ingat betapa tidak menyenangkannya ketika waktu masih anak-anak aku terbangun karena ayahku pagi-pagi sudah menyetel radio. Aku masih ingin tidur sebentar lagi. Selimut itu terasa begitu nyaman, rasanya tak ingin berpisah dengannya seumur hidup. “Ayo, sudah waktunya mandi!” Duh, di kota Malang waktu itu airnya dingin, apalagi sepagi itu. Membayangkan dinginnya air itu saja sudah  membuat badan gemetar. Tidak! Bangun pagi bukanlah sesuatu yang menggairahkan!

Baru berpuluh-puluh tahun kemudian aku bisa menemukan gairah itu. Tiap jam 5 pagi, tidak peduli alarm bunyi atau tidak, aku pasti terbangun. Dan pikiranku langsung berjalan bagai sebuah mobil yang distarter di pagi hari. “Ikan apa yang hari ini bertelur?” Aku langsung beranjak dari tempat tidurku ketika istriku masih lelap, aku pergi ke kolam-kolamku, dan dalam keremangan fajar aku mengintip diam-diam ikan di kolam mana yang sedang bertelur. Ya, aku senang mengembang biakkan ikan mas koki, dan aku memiliki banyak kolam untuk memijahkan mereka. Tiap pagi, tidak ada waktu untuk bermalas-malasan di tempat tidur. Tidak ada rasa masih ingin tidur sejenak lagi seberapa pun larut aku tidur semalam. Aku harus segera mengurusi ikan-ikan yang bertelur ini. Aku bahkan tidak berpikir tentang gairah. Tapi, itulah gairah!

Apa yang membuatmu bergairah pagi ini?

Ketika aku pulang dari kolam, aku membangunkan anak-anakku dari tidurnya. Mereka harus sekolah. Aku melihat mereka bangun dengan rasa ogah. Kukatakan pada mereka, “Hal nomor satu yang harus kalian lakukan pada waktu bangun adalah … bukan sikat gigi, bukan merapikan selimut, … tapi tersenyum!” Dan dengan ogah-ogahan mereka menyeringai. Sama sekali tidak mirip sebuah senyum. Tapi aku mengerti. Aku yang tersenyum dalam hati. Bukankah bapaknya pun dulu juga ogah-ogahan ketika dibangunkan?

Buku yang kubaca itu menceritakan bahwa manusia adalah mahluk yang diciptakan untuk meniru Penciptanya. Istilah kerennya, Imago Dei. Lantas, apa yang dapat ditiru manusia dari sang Pencipta? Hal paling awal yang dilakukan oleh sang Pencipta adalah … jelas sekali, yaitu mencipta. Jadi kalau manusia hendak meniru PenciptaNya, maka terlibatlah dalam aktivitas mencipta. Begitu bangun pagi, pikirkan, apa yang akan kuciptakan hari ini? Begitu kira-kira alur pemikiran buku itu. Di situlah manusia menemukan gairahnya, yaitu ketika ia menyelaraskan diri dengan maksud PenciptaNya.

Menurutku, ini keren.

Memang sih, ada diskusi tentang apa arti mencipta, apa bedanya mencipta dan membuat, dan lain-lain. Aku tidak ambil pusing. Aku lebih berpikir tentang bagaimana menghidupi hal keren ini. Aku mau bangun pagi setiap hari dengan gairah untuk mencipta!

Tapi, mencipta apa?

Aku bukan seorang musikus. Tidak mungkin menciptakan lagu. Aku bukan seorang ilmuwan. Tidak mungkin juga menghasilkan roket terbaru. Mungkin kalau aku seorang pengusaha parbrik, aku bisa memikirkan mencipta produk-produk baru. Sayang aku tidak punya pabrik. Apa yang bisa kucipta?

Apakah mencetak ikan koki varian baru termasuk mencipta? Aku suka menyilang-nyilangkan ikan koki untuk menghasilkan warna warni baru. Proyek eksperimenku yang sudah kuanggap selesai adalah mencetak panda ranchu, sebuah jenis yang langka, yang aku kerjakan lebih dari lima tahun. Aku juga menghasilkan ranchu berwarna coklat putih, sebuah warna yang jarang ada! Proyek paling baruku saat ini adalah mencetak oranda kuning, yang masih on progress. Aku sangat menikmati proses-proses ini, meski memakan waktu bertahun-tahun. Kalau kegiatan ini bisa dianggap sebagai bagian dari aktivitas mencipta, maka aku beruntung bisa bangun pagi tiap hari dan memikirkannya dengan bergairah, meski itu adalah hal yang sangat kecil ketimbang menemukan vaksin baru atau menghasilkan karya lukis sekelas Picasso.

Tapi bagaimana jika seseorang bahkan tidak punya benda materiil untuk dicipta seperti ikan mas koki? Apakah berarti mereka tidak bisa bangun pagi dengan gairah untuk mencipta? Apakah rekan2 karyawan yang tidak terlibat dalam bidang riset menjadi terdiskriminasi dari gairah Ilahi ini? Pikir punya pikir, saya kira tidak begitu. Masih ada hal-hal yang lebih esensial yang bisa diciptakan tanpa perlu apa-apa. Salah satunya adalah … menciptakan kebahagiaan bagi orang di sekelilingnya.

Bangun pagi setiap hari dengan gairah untuk menciptakan kebahagiaan! Ini semua orang bisa lakukan. Ini semudah bangun pagi dengan komitmen bahwa aku akan tersenyum dan menyapa setiap orang yang kujumpai hari ini. Atau bangun pagi dengan komitmen untuk membuat pasanganku senang hari ini. Tidak butuh modal besar! Cukup bondo senyum, atau tangan saja. Tangan? Ya, untuk memijat istri, atau untuk membuatkan secangkir teh hangat! Atau bangun pagi dengan gairah untuk menjadi sumber sumber solusi di kantor, atau penyebar pikiran positif di medsos! Bukankah a happy thought, with a bit of fairy dust, will make us fly?

Istriku suka berjualan. Apa saja dijualnya. Bangun pagi, yg membuatnya bergairah adalah memikirkan apa yang hendak dijualnya hari ini. Apakah menjual buah-buahan berkaitan dengan tindakan mencipta? Aku bilang iya. Menjual buah-buahan adalah bagian dari menciptakan budaya makan yang lebih sehat, yang pada akhirnya akan menciptakan masyarakat yang lebih sehat secara jasmani, dan tentunya itu ada di hati Tuhan. Keren bukan? Jadi aku katakan pada istriku, juallah apa saja yang mau kau jual hari ini, asal bukan hatiku!

Selamat bergairah untuk mencipta!

Hermanto

17 Mei 2018

Standard