kehidupan dalam air

SEKILAS TENTANG TOPVIEW RANCHU

               Jika berbicara tentang TVR, sy pikir dua hal yang mendasar untuk diketahui adalah tentang apresiasi dan pemeliharaannya.

APRESIASI

               Berkenaan dengan apresiasi, kita sudah sering mendengar bahwa TVR dijuluki sebagai The King of Goldfish. Jadi TVR menempati prestise teratas dalam dunia ikan mas koki. Saya pikir itu sudah cukup untuk membuat banyak orang ingin tahu seperti apa sih ikan yang menyandang gelar bergengsi itu.

               Namun dalam kenyataannya, tidak jarang penghobi bingung ketika melihat ikan tersebut. Muncul pertanyaan seperti: apa bedanya TVR dengan SVR? Dimana letak indahnya? Ada ketidakmampuan mengapresiasi ikan yang notabene mahal ini.

               Yang harus dipahami adalah bahwa apresiasi TVR adalah sesuatu yang perlu dipelajari. Jadi ikan ini memang bukan jenis yang keindahannya gamblang bagi siapa saja. Hanya dengan semakin mempelajari, baru keindahannya akan semakin nampak dan perlahan-lahan lapis demi lapis kedalaman apresiasinya akan makin terbuka. Perlu juga dimengerti bahwa masalah apresiasi adalah masalah seni, jadi ada unsur preferensi / subyektivitas pula dalam menghayatinya. Tidak jarang informasi yang didapat seseorang tentang TVR dari berbagai sumber memiliki perbedaan. Ini dapat dipahami karena adanya masalah subyektivitas tadi, dan juga masalah ada di lapis mana pemahaman suatu sumber. Hal ini tidak perlu menjadi sumber konflik, melainkan dapat dianggap sebagai suatu perjalanan bersama. Kita perlu memaklumi bahwa perjalanan pembelajaran tiap orang ada di titik yang berbeda-beda.

               Secara umum, TVR adalah seekor ikan yang dinikmati dari atas. Orang biasa memeliharanya di bak atau kolam sehingga yang nampak adalah bagian atas dari seekor ikan. Jika ditanya apa bedanya dengan SVR, tentu jelas sekali bahwa apresiasinya berbeda. Mungkin TVR dan SVR sama-sama ranchu dan memiliki banyak kesamaan, tapi yang satu dilihat dari atas sedang yang lain dilihat dari samping. Perbedaan apresiasi ini saja sudah cukup untuk membuat kedua ikan ini memiliki kriteria-kriteria yang berbeda terkait keindahan yang ditonjolkan. Sebagai contoh, ekor yang baik adalah ekor yang dapat menampakkan seluruh penampangnya secara maksimal. Jika seekor dilihat dari atas, maka ekor yang baik adalah yang mekar ketika dilihat dari atas (atau agak datar sejajar dengan lantai). Namun tentu saja jika dilihat dari samping, ekor seperti itu tidak dapat menunjukkan keseluruhan ekornya dengan maksimal karena terlalu datar, sehingga menjadi tidak baik jika dilihat dari samping. Perbedaan apresiasi ini mendikte kedua kategori ranchu tersebut menjadi sangat berbeda.

               Pada dasarnya, fitur-fitur yang diapresiasi dalam TVR dapat dipecah menjadi 5 poin, yaitu:

  1. Kepala
  2. Bodi
  3. Ekor
  4. Aksesoris
  5. Gaya renang

Dalam apresiasi yang paling sederhana, kepala perlu berjambul, bodi perlu tebal, ekor perlu mekar, jika ada aksesoris akan lebih baik, dan gaya renang perlu bagus. Jika lebih diperinci lagi, maka aturannya menjadi makin rumit. Bentuk jambul yang sedang trend adalah tipe funtan (sering disebut dragonhead atau buffalo head). Dalam kategori jambul ini, ikan muda perlu memiliki jambul minimal saja di bagian topinya, dan minim / tidak berjambul dibagian kanan dan kiri kepala. Hanya funtan saja yang diharapkan sangat menonjol (Funtan = bagian jambul yang mencuat ke depan, di sebelah kanan dan kiri mulut). Kepala diharapkan berbentuk kotak, selebar mungkin dan sepanjang mungkin. Artinya, jarak antara kedua mata diharapkan sejauh mungkin, demikian juga jarak antara mata dan hidung. Mata harus simetris sejajar satu sama lain, dan tidak boleh tertutup jambul. Bodi diharapkan tebal dari punggung hingga ke pinggang. Perut diharapkan tidak keluar ke samping. Jadi jika ada garis imajiner yang memagari kanan dan kiri kepala, dan garis ini ditarik ke belakang, maka perut kanan kiri diharapkan tidak keluar dari garis tersebut. Bentuk dasar bodi TVR diharapkan seperti bentuk koin kuno Jepang (koin Koban). Ketebalannya diibaratkan seperti ketebalan seorang pegulat sumo. Perut dan ekor diharapkan sangat dekat. Ekor diharapkan mekar ketika ikan sedang diam, dan memiliki perpaduan antara kaku dan lentur ketika sedang berenang. (Hal ini mungkin tidak semua akan setuju dengan pemahaman saya, ada yang memilih ekor tetap mekar sempurna ketika berenang.) Ekor juga ada dalam kategori kecil namun nampak besar. (Tentu saja ada teman-teman yang lebih memilih ekor yang besar.) Ekor bagian tengah memiliki sedikit sudut sehingga berbentuk seperti spoiler sebuah mobil. Ekor diharapkan memiliki belah namun belahnya hanya seperempat atau setengah saja, sebaiknya belahnya tidak sampai mencapai pangkal ekor. Sisik diharapkan serapi mungkin. Oza, yaitu sisik-sisik di sekitar pangkal ekor (ada yang menyebutnya dgn istilah lain) diharapkan sangat banyak / besar. Sedangkan sisik semacam itu yang ada di bagian bawah ekor, yang disebut dengan ozara, diharapkan juga sebesar mungkin supaya dapat menopang kemekaran ekor dengan lebih baik. Jika ozara ini berbentuk hati, itu menjadi sebuah bonus yang menarik. Gaya berenang haruslah anggun, di mana ikan minim / tidak banyak menggerakkan kepala dan badannya, melainkan cukup dengan santai mengibaskan ekornya saja sudah bisa membuat ikan meluncur dengan baik. Gaya renang ini memberikan kesan santai, anggun, namun powerful.

Kiranya panduan singkat di atas dapat menjadi panduan bagi pemula TVR untuk memulai perjalanan pembelajarannya. Pengalaman saya dahulu sebagai pemula, mendapatkan informasi seperti ini sebenarnya kurang memadai. Sulit membayangkan apa yang dimaksud. Maka tidak ada jalan lain, pembelajaran yang paling baik adalah dengan banyak melihat, atau bahkan memelihara sendiri, sehingga dapat terus mengamati dan memahami. Dan tentunya panduan di atas tidaklah komprehensif apalagi mendalam. Masih banyak hal yang dapat dipelajari lebih lanjut tentang TVR, seperti tentang aerodinamika tubuh ikan, apresiasi kurva, pengetahuan tentang kategori usia ikan (tosai, nisai, oya), pengetahuan tentang istilah-istilah kontes, pengetahuan tentang breeder-breeder / garis keturunan (bloodline) yang populer, keragaman jenis kepala, apresiasi yang berbeda (Uno), tentang body size, tentang melihat bakat ikan, dll.

PEMELIHARAAN

               Jika bicara tentang pemeliharaan, pengertiannya ada dua. Pertama adalah mempertahankan supaya ikan tetap hidup. Kedua adalah membentuk ikan supaya mencapai potensi maksimalnya.

               Seringkali yang menjadi masalah bagi pemula adalah yang pertama. Akhirnya muncullah kesimpulan bahwa TVR mudah mati, mempertahankannya hidup saja sulit. Dan ini tentunya membuat orang kuatir. Bagaimana tidak kuatir jika membeli ikan mahal lantas mati? Memang mempertahankan ikan supaya tetap hidup adalah pintu pertama dalam memelihara tvr, tapi keasyikan utamanya bukan di sana. TVR disebut sebagai The Living Art. Ini berkaitan dengan pengertian yang kedua yaitu bagaimana menumbuhkan ikan supaya mencapai keindahan maksimalnya. Di sinilah seninya. Ibarat seorang pengrajin yang sedang membentuk tanah liat menjadi sebuah pot yang indah, memelihara TVR adalah seperti orang yang sedang membuat sebuah karya seni. Namun obyek yang dikerjakan bukanlah barang mati seperti tanah liat, melainkan makluk hidup. Dan waktunya bukanlah sesaat, melainkan berbulan-bulan, bahkan tahunan. Seekor TVR dipelihara oleh orang yang berbeda dapat menjadi berbeda hasilnya. Jika kita tidak bisa melewati tahap mempertahankan hidup TVR, maka kita tidak dapat masuk ke dalam level selanjutnya ini.

               Nah, apakah benar TVR mudah mati? Saya ingin mengulasnya melalui ilustrasi berikut:

               Ketika seorang teman yang tinggal di Amerika datang berkunjung ke Indonesia, saya mengajaknya makan soto di pinggir jalan. Malam itu juga ia sakit perut dan diare selama berhari-hari. Hal seperti ini sering dialami oleh orang Amerika yang datang ke Indonesia. Apakah saya dapat mengatakan bahwa orang Amerika itu mudah sakit? Tentu tidak. Teman saya itu, selama dia di Amerika, tidak mudah sakit. Lantas mengapa ketika datang ke Indonesia dia mengalami diare? Yang sebenarnya terjadi adalah perbedaan lingkungan (dan standar kebersihan) di dua negara tersebut menyebabkan teman saya itu tidak tahan ketika makan sembarangan di Indonesia. Hal ini dapat disiasati dengan menjaga diri dari makan sembarangan ketika baru datang, menjaga stamina tubuh dengan vitamin-vitamin, dan segera melakukan pengobatan ketika mulai tidak enak badan. Dengan berjalannya waktu, daya tahan tubuhnya mulai beradaptasi dengan kondisi yang baru, dan ia dapat mulai mencoba makan soto, rujak, dan makanan enak lainnya.

               Demikian juga dengan TVR. Ikan ini biasanya dipelihara di bak dengan sistem kuras. TVR sejak lahir tidak pernah dikenalkan dengan sistem filter biologis. Ia tidak terbiasa hidup bersama bakteri, meskipun itu bakteri baik yang ada di filter. Ia juga tidak dipelihara bercampur dengan ikan lain. Jadi pemeliharaannya berbeda dengan umumnya orang memelihara ikan mas koki jenis lainnya. Jika kita naif, membeli TVR lalu memeliharanya di kolam dengan filter biologis seperti memelihara ikan koki umumnya, maka TVR itu akan tiba-tiba dibombardir dengan bacterial load yang tinggi, dan daya tahan tubuhnya tidak kuat menerima itu, ia pun mati. Seorang dealer koi yang saya kenal pernah mendatangkan wakin dan TVR dari Jepang. Dengan pengalamannya mendatangkan dan mengkarantina koi, ia dengan percaya diri mengkarantina ikan-ikan koki itu layaknya koi. Alhasil, wakinnya bertahan hidup, namun TVR nya musnah. Kejadian-kejadian yang dilandasi oleh ketidakmengertian seperti inilah yang menimbulkan kesan bahwa TVR itu mudah mati. Mungkin yang lebih tepat adalah TVR membutuhkan cara khusus untuk karantina dan melakukan penyesuaian terhadap kondisi di Indonesia.

               Jadi pengetahuan tentang karantina, dan cara menyesuaikan dengan kondisi yang baru, termasuk juga cara mengenali ikan sakit dan mengobatinya, adalah sangat penting untuk dimiliki terlebih dahulu. Hal-hal ini dapat disebut sebagai prerequisite sebelum seseorang bisa memelihara TVR. Namun pengetahuan yang dibutuhkan sebenarnya bukanlah pengetahuan yang advance. Cukup pengetahuan yang sederhana saja, yang harus dijalankan dengan disiplin yang ketat.

               Tadi saya menyebutkan sebuah faktor beresiko yaitu penggunaan filter biologis untuk TVR yang baru datang. Ada banyak lagi faktor yang beresiko, dan sangat baik bagi penghobi untuk mengetahuinya. Ketika kita tahu faktor-faktor apa saja yang beresiko, maka dalam masa karantina, kita cukup menghilangkan semua faktor itu, niscaya TVR akan jauh lebih tinggi kemungkinan hidupnya. Setelah masa karantina, jika kita hendak memperkenalkan beberapa faktor tersebut demi pembentukan ikan (grooming), maka kita dapat menerapkan strategi memperkenalkan faktor-faktor tersebut satu per satu sembari memantau kesehatan ikan dengan teliti. Jika ada tanda-tanda sakit, jangan lengah atau menunda, langsung karantina lagi dan diobati dari awal. Seringkali penghobi tidak waspada dan ikan sudah sakit parah hingga tidak terselamatkan. Dengan disiplin karantina dan strategi penyesuaian ini, maka perlahan tapi pasti TVR akan dapat hidup sesuai dengan kondisi yang kita inginkan. Pengalaman saya pribadi, saya pernah membuat adaptasi ini hingga tahap TVR mampu hidup nyaman di filter biologis bercampur dengan ikan koki jenis lain, di kolam yang kena panas dan hujan, dan mengkonsumsi pakan alami. Tapi kini, saya merasa adaptasi sampai tahap ini sebenarnya tidak diperlukan.

               Faktor-faktor yang beresiko tersebut adalah: filter biologis, pakan hidup / pakan beku, ikan lain, tanaman, air hujan, panas sinar matahari, lumut, suhu air yang berbeda dgn suhu daerah asal, dan parameter air yang berbeda (contohnya, air sumur), peralatan bekas, dll.

               Cara saya melakukan karantina sederhana saja. Sy menghilangkan semua faktor-faktor beresiko itu dengan mengkarantina ikan di bak tanpa filter biologis. Saya hanya menggunakan aerasi saja. Jika tidak yakin bahwa selang dan batu aerasi kita steril, maka gunakan yang baru. Demikian juga dengan bak, jika tidak yakin steril, maka dapat disterilkan dulu, misalnya dengan kaporit. Saya biasanya tidak sampai melakukan hal-hal tersebut. Bak karantina sy letakkan di tempat yang teduh, tidak terkena sinar matahari langsung maupun air hujan. Pakan alami adalah absolutely no. Saya memberikan pakan pelet dalam jumlah sedikit saja supaya tidak merusak kualitas air. Saya menggunakan air pdam yang telah melalui dua tandon, jadi setara dengan air yang telah diendapkan. Obat-obatan yang saya gunakan adalah garam dan methylene blue. Tentunya ada teman yang menyarankan untuk tidak menggunakan obat sama sekali, ada yang menyarankan cukup garam saja, dan ada yang menyarankan menggunakan obat-obatan canggih lainnya. Tidak masalah. Saya akan mengkarantina TVR seperti ini selama minimal 5 hari tanpa melakukan penggantian air. Jika ikan nampak sehat, maka saya akan melakukan penggantian sebagian air dengan air yang baru. Demikian selama beberapa hari ke depan sampai akhirnya saya melakukan penggantian air total. Di tahap ini ikan sudah dapat dikata selesai masa karantina. Jika kondisi yang relatif bebas resiko ini terus dipertahankan, maka mempertahankan TVR tetap hidup bukanlah sebuah masalah.

               Tahap selanjutnya adalah tahap adaptasi di mana kita memperkenalkan faktor-faktor yang beresiko. Ini adalah tahap yang riskan dan perlu dipantau dengan ketat. Bagi saya, karena saya memang tidak berencana memelihara TVR di filter biologis atau mencampurnya dengan ikan lain, maka faktor beresiko yang saya perkenalkan adalah pakan hidup saja, yaitu frozen bloodworm.

               Berkaitan dengan masalah grooming, tentunya banyak hal yang dapat dipelajari. Tujuan dari grooming adalah memaksimalkan potensi pertumbuhan seekor ikan. Saya tidak akan mengulas secara lengkap, namun akan memberikan beberapa tips yang dapat dicoba. Secara sederhana yang paling dasar untuk dimaksimalkan adalah pertumbuhan ketebalan pinggang dan kepalanya. Jika terlambat, maka akan lebih sulit menumbuhkannya. Bagaimana menumbuhkan ketebalan pinggang? Yaitu dengan membuat ikan terus aktif bergerak. Ini menjadi semacam fitnes bagi ikan. Dengan ia terus berenang, maka otot-otot pinggangnya terus dilatih dan diharapkan akan menjadi tebal. Bagaimana caranya? Sangat bervariasi dan tentu saja terbuka pada inovasi baru. Bagaimana menumbuhkan funtan? Pakan tentu sangat berpengaruh. Ada yang mengandalkan pemberian kutu air sejak kecil, ada yang mengatakan cacing darah adalah mutlak bagi pertumbuhan kepala TVR. Kita mungkin sering mendengar bahwa orang memelihara TVR tanpa dikuras selama beberapa hari untuk kemudian dikuras total. Logika dibalik cara ini adalah bahwa air kotor (selama beberapa hari tidak dikuras) akan membantu menumbuhkan jambul, sedang air baru (ketika dikuras) akan membantu menumbuhkan size. Jadi penghobi dapat bereksperimen dengan hal ini untuk memaksimalkan potensi ikannya. TVR tidak membutuhkan air yang tinggi dalam pemeliharaannya, karena ia diharapkan berenang hilir mudik, bukan berenang naik turun. Namun air tidak boleh terlalu rendah juga sehingga membuat ikan terpenjara. Cukuplah ada ruang di atas dan di bawah ikan untuk ikan berenang dengan normal. Luas wadah perlu disesuaikan dengan besar ikan. Wadah yang cukup luas akan memberi ruang bagi ikan untuk terus bergerak. Namun wadah yang terlalu luas dapat berdampak negatif pada kemekaran ekor ikan. Tentu saja tiap orang dapat memiliki cara grooming yang berbeda-beda. Dan semua ini adalah merupakan sebuah seni. Menumbuhkan potensi maksimal seekor TVR adalah sebuah seni.

Demikian sekilas yang dapat saya sampaikan. Kiranya dapat wet the appetite untuk teman-teman mempelajari lebih dalam dan mencoba memelihara TVR.

Standard
kehidupan dalam air

Gairah untuk Mencipta

Kalimat yang kubaca dari buku itu terus menawan pikiranku.

“Bangun pagi setiap hari dengan gairah untuk mencipta!”

Aku menghela nafas. Bangun pagi adalah urusan yang gampang-gampang sulit. Aku ingat betapa tidak menyenangkannya ketika waktu masih anak-anak aku terbangun karena ayahku pagi-pagi sudah menyetel radio. Aku masih ingin tidur sebentar lagi. Selimut itu terasa begitu nyaman, rasanya tak ingin berpisah dengannya seumur hidup. “Ayo, sudah waktunya mandi!” Duh, di kota Malang waktu itu airnya dingin, apalagi sepagi itu. Membayangkan dinginnya air itu saja sudah  membuat badan gemetar. Tidak! Bangun pagi bukanlah sesuatu yang menggairahkan!

Baru berpuluh-puluh tahun kemudian aku bisa menemukan gairah itu. Tiap jam 5 pagi, tidak peduli alarm bunyi atau tidak, aku pasti terbangun. Dan pikiranku langsung berjalan bagai sebuah mobil yang distarter di pagi hari. “Ikan apa yang hari ini bertelur?” Aku langsung beranjak dari tempat tidurku ketika istriku masih lelap, aku pergi ke kolam-kolamku, dan dalam keremangan fajar aku mengintip diam-diam ikan di kolam mana yang sedang bertelur. Ya, aku senang mengembang biakkan ikan mas koki, dan aku memiliki banyak kolam untuk memijahkan mereka. Tiap pagi, tidak ada waktu untuk bermalas-malasan di tempat tidur. Tidak ada rasa masih ingin tidur sejenak lagi seberapa pun larut aku tidur semalam. Aku harus segera mengurusi ikan-ikan yang bertelur ini. Aku bahkan tidak berpikir tentang gairah. Tapi, itulah gairah!

Apa yang membuatmu bergairah pagi ini?

Ketika aku pulang dari kolam, aku membangunkan anak-anakku dari tidurnya. Mereka harus sekolah. Aku melihat mereka bangun dengan rasa ogah. Kukatakan pada mereka, “Hal nomor satu yang harus kalian lakukan pada waktu bangun adalah … bukan sikat gigi, bukan merapikan selimut, … tapi tersenyum!” Dan dengan ogah-ogahan mereka menyeringai. Sama sekali tidak mirip sebuah senyum. Tapi aku mengerti. Aku yang tersenyum dalam hati. Bukankah bapaknya pun dulu juga ogah-ogahan ketika dibangunkan?

Buku yang kubaca itu menceritakan bahwa manusia adalah mahluk yang diciptakan untuk meniru Penciptanya. Istilah kerennya, Imago Dei. Lantas, apa yang dapat ditiru manusia dari sang Pencipta? Hal paling awal yang dilakukan oleh sang Pencipta adalah … jelas sekali, yaitu mencipta. Jadi kalau manusia hendak meniru PenciptaNya, maka terlibatlah dalam aktivitas mencipta. Begitu bangun pagi, pikirkan, apa yang akan kuciptakan hari ini? Begitu kira-kira alur pemikiran buku itu. Di situlah manusia menemukan gairahnya, yaitu ketika ia menyelaraskan diri dengan maksud PenciptaNya.

Menurutku, ini keren.

Memang sih, ada diskusi tentang apa arti mencipta, apa bedanya mencipta dan membuat, dan lain-lain. Aku tidak ambil pusing. Aku lebih berpikir tentang bagaimana menghidupi hal keren ini. Aku mau bangun pagi setiap hari dengan gairah untuk mencipta!

Tapi, mencipta apa?

Aku bukan seorang musikus. Tidak mungkin menciptakan lagu. Aku bukan seorang ilmuwan. Tidak mungkin juga menghasilkan roket terbaru. Mungkin kalau aku seorang pengusaha parbrik, aku bisa memikirkan mencipta produk-produk baru. Sayang aku tidak punya pabrik. Apa yang bisa kucipta?

Apakah mencetak ikan koki varian baru termasuk mencipta? Aku suka menyilang-nyilangkan ikan koki untuk menghasilkan warna warni baru. Proyek eksperimenku yang sudah kuanggap selesai adalah mencetak panda ranchu, sebuah jenis yang langka, yang aku kerjakan lebih dari lima tahun. Aku juga menghasilkan ranchu berwarna coklat putih, sebuah warna yang jarang ada! Proyek paling baruku saat ini adalah mencetak oranda kuning, yang masih on progress. Aku sangat menikmati proses-proses ini, meski memakan waktu bertahun-tahun. Kalau kegiatan ini bisa dianggap sebagai bagian dari aktivitas mencipta, maka aku beruntung bisa bangun pagi tiap hari dan memikirkannya dengan bergairah, meski itu adalah hal yang sangat kecil ketimbang menemukan vaksin baru atau menghasilkan karya lukis sekelas Picasso.

Tapi bagaimana jika seseorang bahkan tidak punya benda materiil untuk dicipta seperti ikan mas koki? Apakah berarti mereka tidak bisa bangun pagi dengan gairah untuk mencipta? Apakah rekan2 karyawan yang tidak terlibat dalam bidang riset menjadi terdiskriminasi dari gairah Ilahi ini? Pikir punya pikir, saya kira tidak begitu. Masih ada hal-hal yang lebih esensial yang bisa diciptakan tanpa perlu apa-apa. Salah satunya adalah … menciptakan kebahagiaan bagi orang di sekelilingnya.

Bangun pagi setiap hari dengan gairah untuk menciptakan kebahagiaan! Ini semua orang bisa lakukan. Ini semudah bangun pagi dengan komitmen bahwa aku akan tersenyum dan menyapa setiap orang yang kujumpai hari ini. Atau bangun pagi dengan komitmen untuk membuat pasanganku senang hari ini. Tidak butuh modal besar! Cukup bondo senyum, atau tangan saja. Tangan? Ya, untuk memijat istri, atau untuk membuatkan secangkir teh hangat! Atau bangun pagi dengan gairah untuk menjadi sumber sumber solusi di kantor, atau penyebar pikiran positif di medsos! Bukankah a happy thought, with a bit of fairy dust, will make us fly?

Istriku suka berjualan. Apa saja dijualnya. Bangun pagi, yg membuatnya bergairah adalah memikirkan apa yang hendak dijualnya hari ini. Apakah menjual buah-buahan berkaitan dengan tindakan mencipta? Aku bilang iya. Menjual buah-buahan adalah bagian dari menciptakan budaya makan yang lebih sehat, yang pada akhirnya akan menciptakan masyarakat yang lebih sehat secara jasmani, dan tentunya itu ada di hati Tuhan. Keren bukan? Jadi aku katakan pada istriku, juallah apa saja yang mau kau jual hari ini, asal bukan hatiku!

Selamat bergairah untuk mencipta!

Hermanto

17 Mei 2018

Standard